Selasa, 28 April 2009

Mamaku Di Taman Bunga

Mama saya, seperti kebanyakan wanita wanita lain, sangat senang dengan tanaman. Di usia nya yang separuh baya, hampir sebagian waktunya dihabiskan untuk mengurusi bunga-bunganya yang nyaris memenuhi seluruh halaman rumah kami yang luas. Setiap sore mama selalu berada di halaman belakang, terbungkuk - bungkuk merawat bunga-bunga kesayangannya. Jika liburan begini, biasanya sepanjang sore kubahiskan waktu untuk memperhatikan Mama. Terus terang, saya senang sekali mencuri - curi pandang pada gundukan payudaranya yang hampir menyembul dari belahan dasternya, pahanya yang sekali-sekali tersingkap jika Mama menungging, atau memeknya yang membayang dari celana dalamnya yang jelas terlihat sewaktu Mama berjongkok.

Sewaktu waktu, dengan tidak sengaja, Mama membungkuk kearah ku yang lagi asyik duduk di gazebo. Kedua belah payudaranya yang tanpa beha hampir seluruhnya keluar dari leher dasternya. Kedua putting payudaranya jelas-jelas terlihat. Mungkin karena gerah, Mama tidak mengancingkan hampir separo kancing dasternya. Aku hanya bisa melongo, batang kontolku langsung ereksi, kalau nggak cepat cepat aku ngacir, mungkin Mama bisa melihat separo batang kontolku yang udah keluar dari pinggang celanaku.

Suatu hari, aku benar benar ketiban rezeki. Nggak sengaja Mama memberikan tontonan yang membuatku terangsang berat. Seperti biasa aku sedang duduk duduk di gazebo, bertelanjang dada seperti biasa, aku hanya memakai blue jeans ketat kegemaranku. Sambil mengembalikan kesadaranku, maklum habis tidur siang, aku menemani Mama di halaman belakang. Sambil ngobrol mengenai acara wisudaku, Mama asyik dengan bunga-bunganya. Entah kenapa, mungkin karena keasyikan ngobrol, Mama nggak sengaja jongkok tepat di depan mataku. Walaupun sedikit tertutup dengan tumpukan pupuk, dan ranting ranting daun, aku jelas - jelas melihat gundukan memeknya, mulus tercukur tanpa satu helai rambut. Ya ampun, mungkin Mama lupa memakai celana dalam !!!. Kontan aku jadi terangsang luar biasa. Saking terpananya, aku nggak peduli lagi sama batang kontolku yang udah menerobos keluar, menjulang gagah sampai ke atas pusarku. Aku baru sadar sewaktu Mama terbelalak melihat kontolku. Jelas-jelas saja Mama kaget, saking panjangnya,kontolku kalo lagi ereksi bisa sampe ke ulu hati.

Dengan wajah merah karena jengah, aku bangkit dan ngacir ke gudang belakang. Di tengah kegelapan ku buka resluiting jensku dan mulai mengocok kontolku.

Tiba tiba pintu terbuka, membelakangai sinar matahari sore - Mama berdiri di pintu, tangan kanannya masih memegang sekop kecil. Mama menatap kontol raksasaku, dan jembutku yang lebat, kemudian menatap wajahku dan badanku yang kekar. Aku hanya bisa melongo, tanpa berusaha menghentikan kocokan ku.

“Ya ampun !”, hanya itu yang keluar dari mulut Mama, entah apa yang dia maksudkan. Ku kocok sekali lagi kontolku, membiarkan Mama melihat kedua tanganku yang menggenggam erat pangkal dan ujung kontolku yang mulai memerah.

Ku kocok lebih cepat lagi, sementara tangan kananku menarik celana dalamku ke bawah, biar Mama melihat kedua biji kontolku yang bergerak ke sana ke sini seirama kocokanku pada batang kontolku.

Terpana oleh pemandangan di depan matanya, atau mungkin karena melihat ukuran kontolku yang super besar, Mama beranjak masuk sambil menutup pintu gudang di belakangnya. Mama mendekatiku sambil mulai melepas satu persatu kancing dasternya dan kemudian melepaskannya, benar ternyata Mama tidak memakai beha. Kedua bulatan tetek-nya benar- benar membuatku terangsang, walaupun sudah turun namun ukurannya hampir sebesar melon. Minimnya cahaya yang masuk ke gudang membuat kedua pentilnya tidak jelas terlihat warnanya. Mungkin coklat
kehitaman. Aku hanya bisa berkata lirih , “Oh, Mama, tetek Mama benar-benar hot!!”.

Dengan beberapa langkah, aku kedepan menyongsong Mama, sambil tanganku berusaha menggapai salah satu bulatan payudaranya. Sambil berjalan, kontolku tegak menjulang di udara. Aku benar - benar terangsang.

Ku peluk pinggang Mama, mulutku terbuka dan lidahku menjulur keluar. Ujung lidahku akhirnya menyentuh pentil susu Mama yang besar dan kecoklatan. Astaga… kontolku serasa akan meledak. Tergesa gesa, Aku mengisap dan meremas teteknya yang lain dengan tanganku. Kontolku yang terjepit diantara perutku dan perut Mama tiba tiba mengeras lalu… cruttttttt cruttttttt crutttttttttt.. semprotan demi semprotan kontolku meledak menyemburkan cairan putih kental membasahi sebagian perut dan tetek Mama.

Tanpa perubahan ekspresi, Mama dengan tenang menggenggam batang kontolku dan meremas ujung nya, cairan maniku keluar lagi membasahi telapak tangannya. Di sela sela kenikmatan yang kurasakan aku hanya bisa menatap ke bawah, air maniku membasahi seluruh tangan dan lengan Mama, beberapa semprotan jatuh ke pangkal paha Mama.

Masih di tengah keremangan gudang, tanpa banyak kata-kata, Mama meraih tanganku dan menggosok-gosokan ke memeknya. Terasa gatal tanganku sewaktu telapak tanganku bergesekan dengan permukaan memeknya yang dipenuhi bulu-bulu pendek. Seumur hidupku baru kali inilah akud dapat melihat memek Mama dari dekat. Belum ada lima menit, aku keluar lagi, kali ini air maniku menyemprot tepat di
permukaan memeknya.

Kali ini Mama memandangku sambil tersenyum. Aku jadi salah tingkah.

Walaupun sudah dua kali aku keluar, batang kontolku masih keras, bahkan semakin keras saja, agak sakit jadinya. Mama semakin membuatku terangsang dengan belaian-belaian tanganku pada memek dan kedua buah payudaranya.

Aku membungkuk ke depan dan mulai mengulum tetek Mama sementara tanganku yang lain meremas remas tetek yang lain. Membelai dan memencet pentilnya yang mengeras. Kedua tangan Mama menggenggam batang kontolku dan aku mendorong ke memeknya

Di tengah desisan-nya Mama melenguh ketika ujung kontolku menyentuh memeknya. Di tariknya tanganku ke dalam. Mama kemudian duduk di bibir bak mandi dan kemudian mengangkang-kan pahanya. Ku himpitkan badanku ke tubuh Mama, wajahku ku susupkan dicelah kedua bukit payudaranya.

Ku hisap yang satu.. kemudian yang lain. Tangan Mama lagi lagi mencengkram batang penisku dan kemudian mendorongnya masuk ke dalam memeknya. Kurasakan hangat dan basah, dan kemudian kudorong dengan pinggulku, hampir setengahnya, kemudian kurasakan sudah tidak bisa masuk lagi.

“Sshh…egh..!” Mama mendesis.

Aku mulai memompa kontolku keluar dan masuk, mulutku tetap mengulum kedua teteknya bergantian. Semakin lama semakin cepat aku memompa, dan kemudian terasa aku akan keluar lagi.

Mama mulai ikut memompa, menyambut tusukkan-ku. Menggelinjang dan mengerang. Tidak berapa lama kemudian Mama mengerang agak keras, dan aku bisa merasakan badannya tergetar sewaktu ia berteriak tertahan. Batang Kontolku kemudian menjadi semakin basah saat cairan hangat dan kental keluar dari memeknya.

Aku masih terus bertahan memompa, dan kemudian, sewaktu aku merasa akan keluar, kudekap pantat Mama erat-erat dan ku benamkan batang kontolku sedalam dalamnya. Kontolku kemudian meledak, semprotan demi semprotan air mani keluar, jauh didalam memek Mama. Separuh orgasme, kutarik keluar dan kukocok, air mani keluar lagi membasahi tetek Mama. Kugosok - gosokkan ujung penisku di kedua pentil nya yang membesar. Kemudian kutekan kedua bulatan payudara Mama dan menyusupkan batang kontolku di celah antara keduanya. Kugosok gosok kan terus sampai air maniku berhenti keluar. Mama tersenyum, dagu, leher dan dada Mama penuh dengan air maniku. Entah berapa banyak air mani yang kusemprotkan waktu itu. Pada semprotan yang terakhir, aku melenguh keras. Takut jika ada yang mendengar..Mama mendekap kepalaku di dadanya.

Setelah itu kukenakan blue jeansku, sambil tersenyum malu aku keluar dari gudang itu. Sewaktu menutup pintu kulihat Mama mengguyur tubuhnya dan mulai menyabuni pangkal pahanya. Sungguh sexy dan aku terangsang lagi. “Mandi berdua dengan Mama ? Wow !” pikirku. Aku masuk lagi ke dalam. Mama melihatku mengunci pintu dan tersenyum kearahku penuh arti.

Jumat, 24 April 2009

Mama Tiriku, Guru Seksku

Saat usia 10 tahun, Papa dan Mama bercerai karena alasan tidak cocok. Aku sebagai anak-anak sih nerima aja tanpa bisa protes. Saat aku berusia 15 tahun, Papa kawin lagi. Papa yang saat itu berusia 37 tahun kawin dengan Tante Nuna yang berusia 35 tahun. Tante Nuna orangnya cantik, setidaknya pikiranku sebagai lelaki disuia ke 15 tahun yang sudah mulai merasakan getaran terhadap wanita. Tubuhnya tinggi, putih, pantatnya berisi dan buah dadanya padat. Saat menikah dengan Papa, Tante Nuna juga seorang janda tapi nggak punya anak.

Sejak kawin, Papa jadi semangat hidup berimbas ke kerjanya yang gila-gilaan. Sebagai pengusaha, Papa sering keluar kota. Tinggallah aku dan ibu tiriku dirumah. Lama-lama aku jadi deket dengan Tante Nuna yang sejak bersama Papa aku panggil Mama Nuna. Aku jadi akrab dengan Mama Nuna karena kemana-mana Mama minta tolong aku temenin. Dirumahpun kalo Papa nggak ada aku yang nemenin nonton TV atau nonton film VCD. Aku senang sekali dimanja sama Mama baruku ini.

Setahun sudah Papa kawin dengan Mama Nuna tapi belom ada tanda -tanda kalo aku bakalan punya adik baru. Bahkan Papa semakin getol cari duit dan sering banget keluar kota. Aku dan Mama Nuna semakin akrab aja. Sampai-sampai kami seperti tidak ada batasan sebagai anak tiri dan ibu tiri. Kami mulai sering tidur disatu tempat tidur bersama. Mama Nuna mulai nggak risih untuk mengganti pakaian didepanku walaupun tidak bener-bener telanjang. Tapi terkadang aku suka menangkap basah Mama Nuna lagi berpolos ria mematut didepan kaca sehabis mandi. Beberapa kali kejadian aku jadi apal kalo setiap habis mandi Mama pasti masuk kamarnya dengan hanya melilitkan handuk dan sesampai dikamar handuk pasti ditanggalkan.

Beberapa kali kejadian aku membuka kamar Mama yang nggak dikunci aku kepergok Mama Nuna masih dalam keadaan tanpa sehelai benang sedang bengong didepan cermin. Lama-lama aku sengajain aja setiap selesai Mama mandi beberapa menit kemudian aku pasti pura-pura nggak sengaja buka pintu dan pemandangan indah terhampar dimata mudaku. Sampai suatu ketika, mungkin karena terdorong nafsu laki-laki yang mulai menggeliat diusia 16 tahun, aku menjadi bernafsu besar ketika melihat Mama sedang tiduran dikasur tanpa pakaian. Matanya terpejam sementara tangannya menggerayang tubuhnya sendiri sambil sedikit merintih. Aku terpana didepan pintu yang sedikit terbuka dan menikmati pemandangan itu. Lama aku menikmati pemandangan itu. Kemaluanku berdiri tegak dibalik celana pendekku. Ah, inikah pertanda kalo anak laki-laki sedang birahi? Batinku. Aku terlena dengan pemandangan Mama Nuna yang semakin hot menggeliat-geliat dan melolong. Tanpa sadar tanganku memegang dan memijit-mijit si otong kecil yang sedari tadi tegang. Tiba-tiba aku seperti pengen pipis dan ahh koq pipisnya enak ya. Akupun bergegas kekamar mandi seiring Mama Nuna yang lemas tertidur.

Kejadian seperti jadi pemandanganku setiap hari. Lama -lama aku jadi bertanya-tanya. Mungkinkah ini disengaja sama Mama? Dari keseringan melihat pemandangan ini rupanya terekam diotakku kalau wanita cantik itu adalah wanita yang lebih dewasa. Wanita berumur yang cantik dimataku terlihat sangat sexi dan sangat menggairahkan.

Suatu siang sepulang aku dari sekolah aku langsung ke kamarku. Seperti biasa aku melongok ke kamar Mama. Kulihat Mama Nuna dalam keadaan telanjang bulat sedang tertidur pulas. Kuberanikan untuk mendekat Mumpum perempuan cantik ini lagi tidur, batinku. Kalau selama ini aku hanya berani melihat Mama dari balik pintu kali ini tubuh cantik tanpa busana bener-bener berada didepanku. Kupelototi semua lekuk liku tubuh Mama. Ahh, si otong bereaksi keras, menyentak-nyentak ganas. Tanpa kusadari, mungkin terdorong nafsu yang nggak bisa dibendung, kuberanikan tanganku mengusap paha Mama Nuna, pelan, pelan. Mama diam aja, aku semakin berani. Kini kedua tanganku semakin nekad menggerayang tubuh cantik Mama tiriku. Kuremas-remas buah dada ranum dan dengan naluri plus pengetahuan dari film BF aku bertindak lebih lanjut dengan mengisap putting susu Mama. Mama masih diam, aku makin berani. Terispirasi film blue yang kutonton bersama temen -temen, aku tanggalkan seluruh pakaianku dan si otong dengan marahnya menunjuk-nujuk. Aku tiduran disamping Mama sambil memeluk erat.

Aku sedikit sadar dan ketakutan ketika Mama tiba -tiba bergerak dan membuka mata. Mama Nuna menatapku tajam.
“Ngapain Ndy? Koq kamu telanjang juga?” tanya Mama.
“Maaf ma, Andy khilaf, abis nafsu liat Mama telanjang gitu” jawabku takut-takut.
“Kamu mulai nakal ya” kata Mama sambil tangannya memelukku erat.
“Ya udah Mama juga pengen peluk kamu, udah lama Mama nggak dipeluk papamu. Mama tadi kegerahan makanya Mama telanjang, e nggak taunya kamu masuk” jelas Mama.
Yang nggak kusangka-sangka tiba-tiba Mama mencium bibirku. Dia mengisap ujung lidahku, lama dan dalam, semakin dalam. Aku bereaksi. Naluri laki-laki muda terpacu. Aku mebalas ciuman Mama tiriku yang cantik.

Semuanya berjalan begitu saja tanpa direncanakan. Lidah Mama kemuidan berpindah menelusuri tubuhku.
“Kamu sudah dewasa ya Ndy, gak apa-apa kan kamu Mama perlakukan seperti papamu” gumam Mama disela telusuran lidahnya.
“Punya kamu juga sudah besar, belom sebesar punya papamu tapi lebih keras dan tegang”, cerocos Mama lagi.
Aku hanya diam menahan geli dan nikmat. Mama lebih banyak aktif menuntun (atau mengajariku). Si otong kemudian dijilatin Mama . Ini membuat aku nggak tahan karena kegelian. Lalu, punyaku dikulum Mama. Oh indah sekali rasanya. Lama aku dikerjain Mama cantik ini seperti ini.

Mama kemudian tidur telentang, mengangkangkan kaki dan menarik tubuhku agar tiduran diatas tubuh indahnya. Mama kemudian memegang punyaku, mengocoknya sebentar dan mengarahkan keselangkangan Mama. Aku hanya diam saja. Terasa punyaku sepertinya masuk ke vagina Mama tapi aku tetep diam aja sampai kemudian Mama menarik pantatku dan menekan. Berasa banget punyaku masuk ke dalam punya Mama. Pergesekan itu membuat merinding. Secara naluri aku kemudian melakukan gerakan maju mundur biar terjadi lagi gesekan. Mama juga mengoyangkan pinggulnya. Mama yang kulihat sangat menikmati bahkan mengangkat tinggi-tinggi pinggulnya sehingga aku seperti sedang naik kuda diatas pinggul Mama.
Tiba-tiba Mama berteriak kencang sambil memelukku erat-erat, “Andyy, Mama enak Ndy” teriak Mama.
“Ma, Andy juga enak nih mau muncrat” dan aku ngerasain sensasi yang lebih gila dari sekedar menonton Mama kemarin-kemarin.

Aku lemes banget, dan tersandar layu ditubuh mulus Mama tiriku. Aku nggak tau berapa lama, rupanya aku tertidur, Mama juga. Aku tersadar ketika Mama mengecup bibirku dan menggeser tubuhku dari atas tubuhnya. Mama kemudian keluar kamar dengan melilitkan handuk, mungkin mau mandi. Akupun menyusul Mama dalam keadaan telanjang. Kuraba punyaku, lengket sekali, aku pengen mencucinya. Aku melihat Mama lagi mandi, pintu kamar mandi terbuka lebar. Uhh, tubuh Mama tiriku itu memang indah sekali. Nggak terasa punyaku bergerak bangkit lagi. Dengan posisi punyaku menunjuk aku berjalan ke kamar mandi menghampiri Mama.
“Ma, mau lagi dong kayak tadi, enak” kini aku yang meminta.
Mama memnandangku dan tersenyum manis, manis sekali. Kamuipun melanjutkan kejadian seperti dikamar.

Kali ini Mama berjongkok di kloset lalu punyaku yang sedari tadi mengacung aku masukkan ke vagina Mama yang memerah. Kudorong keluar masuk seperti tadi. Mama membantu dengan menarik pantatku dalam -dalam. Nggak berapa lama Mama mengajak berdiri dan dalam posisi berdiri kami saling memeluk dan punyaku menancap erat di vagina Mama. Aku menikmati ini, karena punyaku seperti dijepit. Mama menciumku erat. Baru kusadari kalau badanku ternyata sama tinggi dengan mamaku. Dlama posisi berdiri aku kemudian merasakan kenikmatan ketika cairan kental kembali muncrat dari punyaku sementara Mama mengerang dan mengejang sambil memelukku erat. Kami sama–sama lunglai.

Setelah kejadian hari itu, kami selalu melakukan persetubuhan dengan Mama tiriku. Hampir setiap hari sepluang sekolah, bahkan sebelum berangkat sekolah. Lebih gila lagi kadang kami melakukan walaupun Papa ada dirumah. Sudah tentu dengan curi-curi kesempatan kalo Papa lagi tidur. Kehadiran Papa dirumah seperti siksaan buatku karena aku nggak bisa melampiaskan nafsu terhadap Mama. Aku sangat menikmati. Aku senang kalo Papa keluar kota untuk waktu lama, Mama juga seneng. Mama terus melatih aku dalam beradegan sex. Banyak pelajaran yang dikasi Mama, mulai dari cara menjilat vagina yang bener, cara mengisap buah dada, cara mengenjot yang baik. Pokoknya aku diajarkan bagaimana memperlakukan wanita dengan enak. Aku sadar kalo aku menjadi hebat karena Mama tiriku.

Sekitar setahun lebih aku menjadi pemuas Mama tiriku menggantikan posisi ayah. Aku bahkan jatuh cinta dengan Mama tiriku ini. Nggak sedetikpun aku mau berpisah dengan mamaku, kecuali sekolah. Dikelaspun aku selalu memikirkan Mama dirumah, pengen cepet pulang. Aku jadi nggak pernah bergaul lagi sama temen -temen. Sebagai cowok yang ganteng, banyak temen cewek yang suka mengajak aku jalan tapi aku nggak tertarik. Aku selalu teringat Mama. Justru aku akan tertarik kalo melihat bu guru Ratna yang umurnya setua Mama tiriku atau aku tertarik melihat bu Henny tetanggaku dan temen Mama.

Tapi percintaan dengan Mama hanya bertahan setahun lebih karena kejadian tragis menimpa Mama. Mama meninggal dalam kecelakaan. Ketika itu seorang diri Mama tiriku mengajak aku nemenin tapi aku nggak bisa karena aku ada les. Mama akhirnya pergi sendiri ke mal. Dijalan mobil Mama tabrakan hebat dan Mama meminggal ditempat. Aku merasa sangat berdosa nggak bisa nemenin Mama tiriku tercinta. Aku shock. Aku ditenangkan Papa.
“Papa tau kamu deket sekali dengan Mama Nuna, tapi nggak usah sedih ya Ndy, Papa juga sedih tapi mau bilang apa” kata papaku.
Selama ini papaku tau kalo aku sangat deket dengan Mama. Papa senang karena Papa mengira
aku senang dengan Mama Nuna dan menganggapnya sebagai Mama kandung. Padahal kalau Papa tau apa yang terjadi selama ini. Aku merasa berdosa terhadap Papa yang dibohongi selama ini.

Tapi semua apa yang diberikan Mama Nuna, kasih sayang, cinta dan pelajaran sex sangat membekas dipikiranku. Sampai saat ini, aku terobsesi dengan apa semua yang dimiliki Mama Nuna dulu. Aku mendambakan wanita seumur Mama, secantik Mama, sebaik Mama dan hebat di ranjang seperti Mama tiriku itu. Kusadari sekarang kalo aku sangat senang bercinta dengan wanita STW semuanya berawal dari sana.

MAMA RATIH, MERTUAKU

Sudah dua tahun ini aku
menikah dengan Virni, dia seorang model iklan dan enam bulan lalu, dia
menjadi seorang bintang sinetron, sementara aku sendiri adalah seorang
wiraswasta di bidang pompa bensin. Usiaku kini 32 tahun, sedangkan Virni
usia 21 tahun. Virni seorang yang cantik dengan kulit yang putih bersih
mungkin karena keturunan dari ibunya. Aku pun bangga mempunyai istri
secantik dia. Ibunya Virni, mertuaku, sebut saja Mama Ratih, orangnya pun
cantik walau usianya sudah 39-tahun. Mama Ratih merupakan istri ketiga dari
seorang pejabat negara ini, karena istri ketiga jadi suaminya jarang ada
di rumah, paling-paling sebulan sekali. Sehingga Mama Ratih bersibuk diri
dengan berjualan berlian.



Aku tinggal bersama istriku di rumah ibunya, walau aku sndiri punya rumah
tapi karena menurut istriku, ibunya sering kesepian maka aku tinggal di
"Pondok Mertua Indah". Aku yang sibuk sekali dengan bisnisku,
sementara Mama Ratih juga sibuk, kami jadi kurang banyak berkomunikasi tapi
sejak istriku jadi bintang sinetron 6 bulan lalu, aku dan Mama Ratih jadi
semakin akrab malahan kami sekarang sering melakukan hubungan suami istri,
inilah ceritanya.



Sejak istriku sibuk syuting sinetron, dia banyak pergi keluar kota,
otomatis aku dan mertuaku sering berdua di rumah, karena memang kami tidak
punya pembantu. Tiga bulan lalu, ketika istriku pergi ke Jogja, setelah
kuantar istriku ke stasiun kereta api, aku mampir ke rumah pribadiku dan
baru kembali ke rumah mertuaku kira-kira jam 11.00 malam. Ketika aku masuk
ke rumah aku terkaget, rupanya mertuaku belum tidur. Dia sedang menonton
TV di ruang keluarga.



"Eh, Mama.. belum tidur..."

"Belum, Tom... saya takut tidur kalau di rumah belum ada
orang..."

"Oh, Maaf Ma, saya tadi mampir ke rumah dulu.. jadi agak
telat..."

"Virni... pulangnya kapan?"

"Ya... kira-kira hari Rabu, Ma... Oh.. sudah malam Ma, saya tidur
dulu..."

"Ok... Tom, selamat tidur..."



Kutinggal Mama Ratih yang masih nonton TV, aku masuk ke kamarku, lalu
tidur. Keesokannya, Sabtu Pagi ketika aku terbangun dan menuju ke kamar
makan kulihat Mama Ratih sudah mempersiapkan sarapan yang rupanya nasi
goreng, makanan favoritku.



"Selamat Pagi, Tom..."

"Pagi... Ma, wah Mama tau aja masakan kesukaan saya."

"Kamu hari ini mau kemana Tom?"

"Tidak kemana-mana, Ma... paling cuci mobil..."

"Bisa antar Mama, Mama mau antar pesanan berlian."

"Ok.. Ma..."



Hari itu aku menemani Mama pergi antar pesanan dimana kami pergi dari jam
09.00 sampai jam 07.00 malam. Selama perjalanan, Mama menceritakan bahwa
dia merasa kesepian sejak Virni makin sibuk dengan dirinya sendiri dimana
suaminya pun jarang datang, untungnya ada diriku walaupun baru malam bisa
berjumpa. Sejak itulah aku jadi akrab dengan Mama Ratih.



Sampai di rumah setelah berpergian seharian dan setelah mandi, aku dan
Mama nonton TV bersama-sama, dia mengenakan baju tidur modelnya baju
handuk sedangkan aku hanya mengenakan kaus dan celana pendek. Tiba-tiba
Mama menyuruhku untuk memijat dirinya.

"Tom, kamu capek nggak, tolong pijatin leher Mama yach... habis pegal
banget nih..."

"Dimana Ma?"

"Sini.. Leher dan punggung Mama..."

Aku lalu berdiri sementara Mama Ratih duduk di sofa, aku mulai memijat
lehernya, pada awalnya perasaanku biasa tapi lama-lama aku terangsang juga
ketika kulit lehernya yang putih bersih dan mulus kupijat dengan lembut
terutama ketika kerah baju tidurnya diturunkan makin ke bawah dimana
rupanya Mama Ratih tidak mengenakan BH dan payudaranya yang cukup menantang
terintip dari punggungnya olehku dan juga wangi tubuhnya yang sangat
menusuk hidungku.



"Maaf, Ma... punggung Mama juga dipijat..."

"Iya... di situ juga pegal..."

Dengan rasa sungkan tanganku makin merasuk ke punggungnya sehingga nafasku
mengenai lehernya yang putih, bersih dan mulus serta berbulu halus.
Tiba-tiba Mama berpaling ke arahku dan mencium bibirku dengan bibirnya
yang mungil nan lembut, rupanya Mama Ratih juga sudah mulai terangsang.
"Tom, Mama kesepian... Mama membutuhkanmu..." Aku tidak menjawab
karena Mama memasukkan lidahnya ke mulutku dan lidah kami bertautan.
Tanganku yang ada di punggungnya ditarik ke arah payudaranya sehingga
putingnya dan payudaranya yang kenyal tersentuh tanganku. Hal ini
membuatku semakin terangsang, dan aku lalu merubah posisiku, dari belakang
sofa, aku sekarang berhadapan dengan Mama Ratih yang telah meloloskan
bajunya sehingga payudaranya terlihat jelas olehku.



Aku tertegun, rupanya tubuh Mama Ratih lebih bagus dari milik anaknya
sendiri, istriku. Aku baru pertama kali ini melihat tubuh ibu mertuaku
yang toples.

"Tom, koq bengong, khan Mama sudah bilang, Mama kesepian..."

"iya... iya.. iya Mah,"

Ditariknya tanganku sehingga aku terjatuh di atas tubuhnya, lalu bibirku
dikecupnya kembali. Aku yang terangsang membalasnya dengan memasukkan
lidahku ke mulutnya. Lidahku disedot di dalam mulutnya. Tanganku mulai
bergerilya pada payudaranya. Payudaranya yang berukuran 36B sudah
kuremas-remas, putingnya kupelintir yang membuat Mama Ratih menggoyangkan
tubuhnya karena keenakan. Tangannya yang mungil memegang batangku yang
masih ada di balilk celana pendekku. Diusap-usapnya hingga batangku mulai
mengeras dan celana pendekku mulai diturunkan sedikit, setelah itu
tangannya mulai mengorek di balik celana dalamku sehingga tersentuhlah
kepala batangku dengan tangannya yang lembut yang membuatku gelisah.



Keringat kami mulai bercucuran, payudaranya sudah tidak terpegang lagi
tanganku tapi mulutku sudah mulai menari-nari di payudaranya, putingnya
kugigit, kuhisap dan kukenyot sehingga Mama Ratih kelojotan, sementara
batangku sudah dikocok oleh tangannya sehingga makin mengeras. Tanganku
mulai meraba-raba celana dalamnya, dari sela-sela celana dan pahanya yang
putih mulus kuraba vaginanya yang berbulu lebat. Sesekali kumasuki jariku
pada liang vaginanya yang membuat dirinya makin mengelinjang dan makin
mempercepat kocokan tangannya pada batangku.



Hampir 10 menit lamanya setelah vaginanya telah basah oleh cairan yang
keluar dengan berbau harum, kulepaskan tanganku dari vaginanya dan Mama
Ratih melepaskan tangannya dari batangku yang sudah keras. Mama Ratih lalu
berdiri di hadapanku, dilepaskannya baju tidurnya dan celana dalamnya
sehingga aku melihatnya dengan jelas tubuh Mama Ratih yang bugil dimana
tubuhnya sangat indah dengan tubuh tinggi 167 cm, payudara berukuran 36B
dan vagina yang berbentuk huruf V dengan berbulu lebat, membuatku menahan
ludah ketika memandanginya.



"Tom, ayo... puasin Mama..."

"Ma... tubuh Mama bagus sekali, lebih bagus dari tubuhnya
Virni..."

"Ah... masa sih.."

"Iya, Ma.. kalau tau dari 2 tahun lalu, mungkin Mamalah yang saya
nikahi..."

"Ah.. kamu bisa aja..."

"Iya.. Ma.. bener deh.."

"Iya sekarang.. puasin Mama dulu.. yang penting khan kamu bisa
menikmati Mama sekarang..."

"Kalau Mama bisa memuaskan saya, saya akan kawini Mama..."



Mama lalu duduk lagi, celana dalamku diturunkan sehingga batangku sudah
dalam genggamannya, walau tidak terpegang semua karena batangku yang besar
tapi tangannya yang lembut sangat mengasyikan.

"Tom, batangmu besar sekali, pasti Virni puas yach."

"Ah.. nggak. Virni.. biasa aja Ma..."

"Ya.. kalau gitu kamu harus puasin Mama yach..."

"Ok... Mah..."

Mulut mungil Mama Ratih sudah menyentuh kepala batangku, dijilatnya dengan
lembut, rasa lidahnya membuat diriku kelojotan, kepalanya kuusap dengan
lembut. Batangku mulai dijilatnya sampai biji pelirku, Mama Ratih mencoba
memasukkan batangku yang besar ke dalam mulutnya yang mungil tapi tidak
bisa, akhirnya hanya bisa masuk kepala batangku saja dalam mulutnya.



Hal ini pun sudah membuatku kelojotan, saking nikmatnya lidah Mama Ratih
menyentuh batangku dengan lembut. Hampir 15 menit lamanya batangku dihisap
membuatnya agak basah oleh ludah Mama Ratih yang sudah tampak kelelahan
menjilat batangku dan membuatku semakin mengguncang keenakan. Setelah itu
Mama Ratih duduk di Sofa dan sekarang aku yang jongkok di hadapannya. Kedua
kakinya kuangkat dan kuletakkan di bahuku. Vagina Mama Ratih terpampang di
hadapanku dengan jarak sekitar 50 cm dari wajahku, tapi bau harum
menyegarkan vaginanya menusuk hidungku.



"Ma, Vagina Mama wangi sekali, pasti rasanya enak sekali yach."

"Ah, masa sih Tom, wangi mana dibanding punya Virni dari punya
Mama."

"Jelas lebih wangi punya mama dong..."



"Aaakkhh..."

Vagina Mama Ratih telah kusentuh dengan lidahku. Kujilat lembut liang
vagina Mama Ratih, vagina Mama Ratih rasanya sangat menyegarkan dan manis
membuatku makin menjadi-jadi memberi jilatan pada vaginanya.

"Ma, vagina... Mama sedap sekali.. rasanya segar..."

"Iyaaaah... Tom, terus... Tom... Mama baru kali ini vaginanya
dijilatin... ohhh.. terus... sayang..."



Vagina itu makin kutusuk dengan lidahku dan sampai juga pada klitorisnya
yang rasanya juga sangat legit dan menyegarkan. Lidahku kuputar dalam
vaginanya, biji klitorisnya kujepit di lidahku lalu kuhisap sarinya yang
membuat Mama Ratih menjerit keenakan dan tubuhnya menggelepar ke kanan ke
kiri di atas sofa seperti cacing kepanasan. "Ahh... ahh.. oghh
oghh... awww.. argh.. arghh.. lidahmu Tom... agh, eena... enakkkhh..
aahh... trus.. trus..." Klitoris Mama Ratih yang manis sudah habis
kusedot sampai berulang-ulang, tubuh Mama Ratih sampai terpelintir di atas
sofa, hal itu kulakukan hampir 30 menit dan dari vaginanya sudah
mengeluarkan cairan putih bening kental dan rasanya manis juga, cairan
itupun dengan cepat kuhisap dan kujilat sampai habis sehingga tidak ada
sisa baik di vaginanya maupun paha mama Ratih.



"Ahg... agh... Tom... argh... akh.. akhu... keluar.. nih... ka..
kamu.. hebat dech..." Mama Ratih langsung ambruk di atas sofa dengan
lemas tak berdaya, sementara aku yang merasa segar setelah menelan cairan
vagina Mama Ratih, langsung berdiri dan dengan cepat kutempelkan batang
kemaluanku yang dari 30 menit lalu sudah tegang dan keras tepat pada liang
vagina Mama Ratih yang sudah kering dari cairan. Mama Ratih melebarkan
kakinya sehingga memudahkanku menekan batangku ke dalam vaginanya, tapi
yang aku rasakan liang vagina Mama Ratih terasa sempit, aku pun keheranan.



"Ma... vagina Mama koq sempit yach... kayak vagina anak gadis."

"Kenapa memangnya Tom, nggak enak yach..."

"Justru itu Ma, Mama punya sempit kayak punya gadis. Saya senang Ma,
karena vagina Virni sudah agak lebar, Mama hebat, pasti Mama rawat
yach?"

"Iya, sayang.. walau Mama jarang ditusuk, vaginanya harus Mama rawat
sebaik-baiknya, toh kamu juga yang nusuk..."

"Iya Ma, saya senang bisa menusukkan batang saya ke vagina Mama yang
sedaaap ini..."

"Akhhhh... batangmu besar sekali..."

Vagina Mama Ratih sudah terterobos juga oleh batang kemaluanku yang
diameternya 4 cm dan panjangnya 28 cm, setelah 6 kali kuberikan tekanan.



Pinggulku kugerakan maju-mundur menekan vagina Mama Ratih yang sudah
tertusuk oleh batangku, Mama Ratih hanya bisa menahan rasa sakit yang enak
dengan memejamkan mata dan melenguh kenikmatan, badannya digoyangkan
membuatku semakin semangat menggenjotnya hingga sampai semua batangku
masuk ke vaginanya. "Tom.. nggehhh.. ngghhh.. batangmu menusuk sampai
ke perut.. nich.. agggghhh.. agghhh.. aahhh.. eenaakkhh..." Aku pun
merasa keheranan karena pada saat masukkan batangku ke vaginanya Mama Ratih
terasa sempit, tapi sekarang bisa sampai tembus ke perutnya. Payudara Mama
Ratih yang ranum dan terbungkus kulit yang putih bersih dihiasi puting
kecil kemerahan sudah kuterkam dengan mulutku. Payudara itu sudah kuhisap,
kujilat, kugigit dan kukenyot sampai putingnya mengeras seperti batu
kerikil dan Mama Ratih belingsatan, tangannya membekap kepalaku di
payudaranya sedangkan vaginanya terhujam keras oleh batangku selama hampir
1 jam lamanya yang tiba-tiba Mama Ratih berteriak dengan lenguhan karena
cairan telah keluar dari vaginanya membasahi batangku yang masih di dalam
vaginanya, saking banyaknya cairan itu sampai membasahi pahanya dan pahaku
hingga berasa lengket.



"Arrrgghhhh.. argghhh.. aakkkhh.. Mama... keluar nich Tom... kamu
belum yach..?" Aku tidak menjawab karena tubuhnya kuputar dari posisi
terlentang dan sekarang posisi menungging dimana batangku masih tertancap
dengan kerasnya di dalam vagina Mama Ratih, sedangkan dia sudah lemas tak
berdaya. Kuhujam vagina Mama Ratih berkali-kali sementara Mama Ratih yang
sudah lemas seakan tidak bergerak menerima hujaman batangku, Payudaranya
kutangkap dari belakang dan kuremas-remas, punggungnya kujilat. Hal ini
kulakukan sampai 1 jam kemudian di saat Mama Ratih meledak lagi
mengeluarkan cairan untuk yang kedua kalinya, sedangkan aku mencapai
puncak juga dimana cairanku kubuang dalam vagina Mama Ratih hingga banjir
ke kain sofa saking banyaknya cairanku yang keluar. "Akhh.. akh.. Ma,
Vagina Mama luar biasa sekali..." Aku pun ambruk setelah hampir 2,5
jam merasakan nikmatnya vagina mertuaku, yang memang nikmat, meniban tubuh
Mama Ratih yang sudah lemas lebih dulu.



Aku dan Mama terbangun sekitar jam 12.30 malam dan kami pindah tidur ke
kamar Mama Ratih, setelah terbaring di sebelah Mama dimana kami masih
sama-sama bugil karena baju kami ada di sofa, Mama Ratih memelukku dan
mencium pipiku.

"Tom, Mama benar-benar puas dech, Mama pingin kapan-kapan coba lagi
batangmu yach, boleh khan..."

"Boleh Ma, saya pun juga puas bisa mencoba vagina Mama dan
sekarangpun yang saya inginkan setiap malam bisa tidur sama Mama jika
Virni nggak pulang."

"Iya, Tom.. kamu mau ngeloni Mama kalau Virni pergi?"

"Iya Ma, vagina Mama nikmat sih."

"Air manimu hangat sekali Tom, berasa dech waktu masuk di dalam
vagina Mama."

"Kita Main lagi Ma...?"

"Iya boleh..."



Kami pun bermain dalam nafsu birahi lagi di tempat tidur Mama hingga
menjelang ayam berkokok baru kami tidur. Mulai hari itu aku selalu tidur
di kamar Mama jika istriku ada syuting di luar kota dan ini berlangsung
sampai sekarang.





TAMAT

Kamis, 23 April 2009

Bude = Guru sex

Aku masih ingat, waktu itu masih klas 4 SD. Jadi aku dan kawan-kawan sama sama berkhitan. Takut juga aku. Setelah berkhitan, luka kemaluanku dirawat. Seminggu, luka kemaluanku masih belum sembuh. Tiap hari harus dibersihkan lukanya. Untunglah ada Bude Is, adik Ibuku, membantu membersihkan luka kemaluanku. Malu juga aku rasanya. Tahu sendirilah, menunjukkan kemaluanku, kan?
“Nggak apa-apalah, sebab Andi masih anak-anak. Baru berumur 10 tahun.” kata Bude Is.

Bude Is berumur 32 tahun. Setiap pagi dia menolong mencucikan luka bekas khitananku, memberi obat dan membalutnya dengan perban. Kata Ibuku, aku tidak boleh malu. Dia Budeku sendiri. Aku ini badannya saja yang besar. Seperti murid yang berumur lebih dari 12 tahun saja. Aku suka sekali main bola kaki. Jadi, badanku kuat dan kekar. Bude Is bekerja di Kantor kelurahan di kota Pekanbaru.

Aku tahu bahwa Budeku ini baru saja diceraikan oleh suaminya. Rupanya, suaminya sudah kimpoi sebelum kimpoi dengan dia. Dia tidak mau dimadu katanya. Jadi dia minta cerai setelah perkimpoian berjalan baru 6 bulan. Kasihan juga dia. Dulu dia datang ke rumah dengan berderai airmata. Ibu dan Bapak kasihan juga melihatnya. Karena rumah kami kecil, tidak ada lagi kamar kosong, jadi Ibu menyuruhku tidur sekamar dengan Bude Is. Jadi tidak menjadi masalah bagiku, karena dia Budeku sendiri. Lagi pula aku anak saudaranya, dan masih anak-anak lagi. Badanku saja yang besar, tapi umurku masih kecil. Belum tahu apa-apa.

Bude Is pun dapat mengajariku pelajaran Matematik. Sekarang aku sudah tidak suka menonton TV lagi. Bila hari sudah malam setelah makan, aku langsung masuk kamar untuk membaca buku. Ibu menyuruhku belajar, dan Bude Is mengajarkan jika aku mendapat kesulitan di dalam pelajaranku. Ibu suka aku belajar dengan Bude Is. Dulu Bude Is hendak menjadi guru, tapi dia lebih suka menjadi pegawai pemerintahan.

Bude Is memang agak cantik. Sekali lihat seperti Krisdayanti. Tinggi semampai, bidang dadanya luas, pantatnya lebar. Padat. Dadanya montok dan berisi. Suaranya lembut dan pandai membujuk dan memanjakan. Dulu dia orang paling cantik di kantornya. Setelah itu ada pemborong konstruksi / bangunan yang senang sama dia. Itu sebabnya dia mau kimpoi. Tapi setelah kimpoi baru diketahui bahwa orang tersebut sudah kimpoi dan mempunyai anak. Bude Is tidak suka ditipu dan dimadu, dan minta cerai.

Bude Is bila tidur, dia suka memeluk guling dan mengempitkanya di sela pahanya. Kadang-kadang aku melihat kainnya tersibak, sehingga kelihatan pahanya yang putih mulus. Aku tidak ambil pusing karena dia Budeku sendiri. Memang kulitnya putih mulus. Tidak seperti Ibuku, kulitnya coklat. Bapak Budeku adalah keturunan Cina. Nenekku keturunan Melayu. Nenek kimpoi setelah ayah Budeku meninggal, setelah itu Ibuku lahir. Jadi Bude Is lebih tua 3 tahun dari Ibuku.

Setelah 3 minggu, luka kemaluanku sudah baikan. Libur sekolahku pun sudah berakhir. Aku harus ke sekolah lagi. Tiap pagi Bude Is membangunkanku. Dia selalu lebih pagi. Pagi-pagi dia selalu memandikanku. Dia menyabuni badanku, menggosok daki di badanku. Kami pun mandi sama-sama. Sebab aku anak-anak dan masih kecil, jadi aku mandinya telanjang saja. Bude Is berkemben saja jika mandi. Dia pakai kain basah yang sudah lusuh. Kain itu diikat dari atas dada sampai ke pangkal paha atas lutut. Putih mulus kulit pahanya.

Setelah selesai mandi, dia menolongku mengenakan pakaian sekolah. Habis itu dia pun mengenakan bajunya dengan ditutupi pintu lemari yang ada kaca cerminnya. Mula-mula dia tanggalkan handuk yang melilit tubuhnya dari kamar mandi, dan menggantikanya dengan pakaian kerjanya. Setelah itu dia memakai celana dalamnya. Aku tidak dapat melihatnya. Lama-lama aku sudah lupa untuk melihat badannya. Aku tahu, dia bertelanjang bulat di belakang pintu lemari kaca itu. Kadang-kadang aku berkhayal juga, gimana bentuk tubuhnya bila Bude Is tidak memakai pakaian. Tentu sangat seksi sekali tubuhnya.

Malam itu aku tidur lebih awal. Menjelang tengah malam cuaca agak panas. Memang di kamarku tidak ada kipas angin, apalagi yang namanya AC. Lagi pula cuaca waktu itu musim panas. Maka malam-malam pun terasa panas. Aku dengar Bude Is gelisah. Panas. Setelah itu dia bangun. Aku pura-pura tidur. Mata kututup rapat-rapat. Kuintip, dia lagi membuka bajunya. Setelah itu dia buka celana dan celana dalamnya. Dia letakkan di sudut kamar. Kemudian dia berkemben menggunakan sarung. Dia naik ke tempat tidur dan tidur di sebelahku.

Kali ini dia tidur dengan gaya yang lain. Dia tidur menyonsang. Kepalanya ke ujung kakiku, dan kakiku dekat wajahnya. Bila udara sudah agak dingin, barulah rasa kantuk datang. Hampir saja aku tertidur lelap, tiba-tiba aku rasakan pantatku kena peluk. Aku terjaga. Rupanya Bude Is memeluk pantatku. Dia tidak sadar. Setelah itu kepalaku terasa kena jepit oleh pahanya. Dia kira aku ini bantal guling agaknya. Bantal guling ada di belakang dia. Boleh jadi dia benar-benar tidak sadar.

Cahaya lampu di beranda luar masuk dari ventilasi ke dalam kamar tidur, sehingga aku dapat melihat paha mulus Bude IS. Putih semua. Aku mau memejamkan mata kembali. Tetapi kalau aku mulai tertidur, Bude Is mulai gelisah. Dia merapatkan kepalaku di bawah perutnya. Mmhh..! Ada bau yang masih asing bagiku, sepertinya berasal dari pangkal pahanya Bude Is. Belum pernah aku mencium bau seperti itu. Seperti wangi sabun mandi bercampur dengan sedikit pesing. Makin lama baunya makin makin mengusikku. Bila aku gerakkan kepala, maka dia makin kuat menjepit. Bagiku, bau itu masih asing. Akhirnya aku tertidur sampai pagi.

Besok pagi dia membangunkanku. Seperti biasa, kami mandi sama-sama lagi. Seperti tidak ada kejadian apa-apa. Dia berbuat seperti biasanya. Dia mandikan aku. Dia gosok kemaluanku.
“Sudah sembuh lukanya,” kata Bude Is, “Nggak usah diberi obat lagilah.” katanya.
Dipencetnya ujung kemaluanku. Dia tanya, “Sakit nggak..?”
Aku geleng kepala, “Nggak.” kataku.
Dia pun tersenyum melihatku.

“Andi, kalau mandi harus disabuni setiap hari seperti ini.” katanya.
Diambilnya sabun, digosok ke tapak tangannya, dan langsung diusapkannya ke batang kemaluanku. Sekali dua kali, tidak apa-apa, ketika dia gosok berulangkali aku merasakan kenikmatan. Kemaluanku menjadi tegang dan terasa mau kencing.
Aku bilang ke Bude, “Nanti dulu Bude, Andi mau kencing.”
Dia pegang batangnya dan mengarahkannya. Dan aku pun kencing. Setelah itu dia cuci. Tidak ada sedikit pun berprasangka yang lainnya, karena aku masih kecil.

Selesai dia memandikan aku, dia pula sekarang yang mandi. Dia gosok badannya, ketiaknya, payudaranya dan celah pahanya dengan sabun. Sampai berbusa badannya karena sabun. Baru aku tahu bagaimana bentuk payudara perempuan. Aku pernah melihat payudara Ibuku waktu menyusui adik, tapi lembek saja. Payudara Bude Is beda. Bagus dan putih. Padat. Kelihatan waktu dia menggosok payudara dan di sela-sela bawah payudaranya. Aku lihat ketiaknya ada bulu sedikit. Tapi kadang-kadang kain basahnya terangkat waktu dia menggosok payudaranya.

Aku lihat ke bawah perutnya ada bulu. Banyak dan lebat. Dipandanginya wajahku. Aku melihat ke arah lain, berpura-pura tidak melihat ke bawah perutnya. Dia tersenyum. Aku pun tersenyum. Bude Is tidak marah. Aku tidak mau melihat lama-lama. Aku malu untuk melihat. Karena aku masih kecil. Lagi pula aku merasakan suatu kenikmatan yang lain rasanya. Dia siram badannya. Kemudian dia berjongkok. Diangkatnya kain basahannya sampai-sampai nampak pantatnya. Uuhh putihnya. Dia buang air kecil membelakangiku. Berdesir bunyinya. Aku tidak perduli, karena memang selalu begitu.

Lalu aku tanya, “Apa sebabnya perempuan kalau buang air kecil bunyinya lain?”
Bude menjawab, “Besok Bude tunjukkan apa sebabnya.”
Aku tanya, “Kapan?”
Dia jawab, “Nantilah.”
Bila aku mendengar dia kencing hari itu, aku merasa perasaanku menjadi lain. Habis itu dia cebok dan berdiri. Kami masuk ke kamar. Dia pakaikan baju dan celanaku. Setelah itu dia berpakaian. Seperti itulah tiap hari.

Malam ini, sekali lagi cuaca panas. Bude Is terbangun. Dia buka baju lagi, dan menggantikan dengan sarung. Ketika tidur, dia pun menjepit kepalaku seperti malam kemarin. Aroma itu kembali mengusikku. Tapi agak lain dari malam kemarin. Ketika dia memeluk pinggulku, aku merasakan kemaluanku menyentuh mulutnya. Kemudian aku merasakan ujung kemaluanku seperti dijilat. Geli sekali rasanya. Kukepitkan pahaku untuk melindungi kemaluanku. Tapi tidak bisa karena kepala Bude Is menghalangi pahaku. Lama-lama aku biarkan saja.

Aku rasa mula-mula dia menjilat kepala kemaluanku, setelah itu ada rasa sepertinya kepala kemaluanku masuk ke dalam mulutnya. Aku rasakan lidahnya menjilat dan menguit-nguit kepala kemaluanku di dalam mulutnya. Uhh.., gelinya, bukan main lagi. Aku rasa kemaluanku, aku menjadi tegang. Aku mengerang menahan geli. Aku mendengar suara berdecap-decap sepertinya sedang menghisap ujung kemaluanku, ada suara “Crup.., ceruppp..”
Bude Is menyedot kepala kemaluanku beserta air liurnya. Aku tidak dapat berbuat apa-apa, kutahan saja. Aku merasakan hendak kencing.

Lama juga Bude Is berbuat seperti itu, tapi kutahan, sebab terlalu geli. Pantatku bergoyang gelisah. Tapi Bude Is memeluk pantatku kuat-kuat. Aku tidak dapat bergerak. Terpaksalah aku biarkan saja. Ketika aku sudah tidak tahan lagi, aku kencing dalam mulutnya. Banyak sekali. Aku rasakan nikmat sekali kencing di dalam mulut Bude Is. Waktu kencing, kurasakan seperti dalam khayalan saja rasanya. Kututup mataku. Dalam gelap itu, aku tidak melihat apa-apa.

Saat itu juga aroma dari pangkal paha Bude Is bertambah kuat. Rasanya ingin aku untuk mendekatkan hidungku ke sumber aroma tersebut. Habis itu badanku terasa letih. Lama-lama aku tertidur sampai pagi. Esok paginya dia bangunkan aku. Seperti biasa, kami mandi bersama-sama lagi. Apa yang terjadi tadi malam, seakan kami tidak ingat saja. Bertingkah seperti biasa.

Seperti biasa, Bude memandikan aku. Kemaluanku dibersihkan dan digosok.
Aku tanya sama Bude, “Kenapa tadi malam aku kencing tapi rasanya lain sekali, Bude?”
Dia jawab, “Itu tanda kau sudah besar.”
Dipencetnya ujung kemaluanku. Dia tanya, “Sakit nggak..?”
Aku menggeleng kepala, “Nggak.” kataku.
Dia pun tersenyum padaku, katanya, “Lain kali Bude ajarkan bagaiman caranya Andi bisa kencing enak..”
Aku menganggukkan kepala.

Seperti itulah setiap malam. Aku tidak ceritakan kepada siapa pun. Karena dia Budeku sendiri. Dia sangat sayang padaku. Lagi pula dia seperti guruku sendiri. Pada hari Sabtu awal bulan, Bapak dan Ibuku hendak pulang ke kampung dengan adik yang belum sekolah.
Ibu berkata padaku, “Ibu dan Bapak bersama adik mau ke kampung. Satu minggu lamanya. Karena Andi sekolah, maka Andi sama Bude aja di rumah. Lagi pula Bude Is kan kerja. Dia tidak cuti.”
Aku jawab, “Nggak apa-apalah. Lagipula Bude Is ada menemani.”

Sore itu Bude Is mengajakku nonton film bioskop. Dia baru gajian. Setelah itu kami makan sate dan jalan-jalan. Dibelikannya aku baju dan celana dalam. Sedangkan Bude membeli BH warna merah kusam dengan celana dalam warna hijau pucat dan body-lotion juga sabun mandi cair wangi. Parfum satu botol. Kemudian setelah sore kami pulang. Sekalian dia beli kipas angin merk Sharp. Hari memang panas.

Sesampai di rumah, Bude Is menyiapkan makanan. Kami makan sama-sama. Setelah makan, Bude Is mau mandi. Aku pun juga mau mandi, sebab badanku berkeringat habis jalan-jalan. Lengket rasanya. Kami masuk kamar mandi. Seperti biasa aku buka baju, disiram dan disabuni badanku. Kali ini dia pakai sabun cair yang dibeli tadi. Dia pun menyiram badannya dan bersabun juga. Busanya banyak sekali. Dia suruh aku duduk mencangkung di tepi bak air dalam kamar mandi. Kemudian dia tuang sabun cair itu ke telapak tangannya. Digosoknya semua badanku. Wangi sekali aroma sabunnya. Banyak busanya. Selangkangku juga Bude bersihkan dengan menggosok sabun yang di tangannya, aku merasa geli.

“Kalau Andi geli, tutup saja matanya, ya..!” kata Bude dengan suaranya yang lembut.
Aku menutup mata. Aku rasakan batang kemaluanku tegang. Lain rasanya. Tidak seperti biasanya, karena dia sudah biasa mengobati kemaluanku setelah berkhitan dulu. Waktu dia menggosok batang kemaluanku, aku rasa enak sekali. Geli. Badanku lemah, lututku menggigil seakan mau terduduk. Karena takut jatuh, aku pegang kain kemben di tubuh Bude. Entah bagaimana kainnya terlucuti. Copot. Melorot sampai ke pusarnya.

Dia bilang, “Nggak apa. Biarkan.. Bude pun mau menyabuni badan juga.”
Bude biarkan badan atasnya terbuka. Dia hanya mengikat kain basahannya di bawah perutnya. Di bawah pusarnya. Perutnya kelihatan. Ikatannya longgar saja. Kelihatan pusar dan payudaranya. Berayun-ayun dan bergoyang-goyang di depan mataku. Aku nikmati pemandangan itu. Sebab betul-betul terpampang di depanku. Alamak, besar juga payudara Bude Is. Sshhh..! Seperti buah semangka besarnya.

Di tengah-tengahnya ada puting sebesar jari kelingking. Di sekelilingnya ada lingkaran sebesar duit coin seratus besar, ketika aku lirik ke atas perutnya yang putih. Warnanya coklat. Kontras dengan warna kulit Bude Is yang memang putih mulus. Jadi jelas sekali beda antara coklat sekeliling putingnya dengan kulit payudaranya yang putih. Sshh.., geram aku dibuatnya. Belum pernah aku melihat payudara wanita sejelas di depan mataku seperti saat ini. Ibuku waktu menyusui adik pun, selalu ditutup dengan selendangnya atau Ibu pergi ke kamar menyusukan adik, tetapi kali ini justru Bude mempertontonkannya padaku.

Tengah aku berkata dalam hati, Bude Is mengambil sabun cair lalu dituangkan ke tanganku.
“Untuk apa Bude?” tanyaku.
Bude menyuruhku menggosok badannya, menggosok payudaranya. Kemudian disuruh menggosok perutnya, pusarnya. Terus balik ke payudaranya, sampai ke ketiak-ketiaknya. Kulihat ketiak Bude ada bulu. Bulunya sedikit dan halus. Sementara itu, dia terus menggosok paha dan kemaluanku. Aku rasa geli-geli enak. Sshh.., desisku menahan rasa nikmat dan geli.

Kain basahan mandinya dibuka sekarang. Tanggal semua. Tenggorokanku terasa kering tiba-tiba. Aku menelan ludah. Sshh.., geramku. Aku belum pernah melihat perempuan telanjang di depanku. Adikku pun belum pernah melihatku lihat telanjang. Bude menyuruhku menggosok bawah pusarnya. Awalnya aku rasa tidak mau. Malu aku rasanya. Aku tatap wajahnya.
Bude berkata, “Gosoklah di bawah perut Bude. Nggak apa-apa. Bude nggak marah kok.”
Aku pun menggosok kemaluan Bude. Tapi aku tidak lihat di situ. Malu aku.

Aku tidak melihat apa pun. Tanganku gemetaran ketika aku mulai meraba kemaluannya. Rasanya kemaluannya agak kesat. Aku rasa itu bulu kemaluannya. Bude Is merapatkan dadanya ke wajahku. Wajahku menempel di antara dua payudaranya. Puting payudaranya berwarna merah kehitaman. Aku tidak berani lihat ke bawah, aku malu melihat kemaluannya. Aku tahu ada banyak bulu disana. Ihhh.., geram aku. Lagi pula aku takut Bude marah. Bude menggosok aku, aku pun menggosok dia.

Bude menyuruhku meremas-remas payudaranya. Rasanya kenyal-kenyal empuk. Kulihat Bude Is memejamkan mata. Dadanya bergemuruh berdegup kencang seperti orang habis berlari kencang. Kemaluanku makin kuat dipegangnya. Bude menyorong tarik batang kemaluanku. Ketika aku menggosok kemaluannya, dan meremas payudaranya, menghisap puting payudaranya, kurasakan kenikmatan tersendiri. Kenyal dan lembut terasa di mulutku. Aku ikuti apa yang disuruh Bude.

Tidak lama setelah itu, Bude menarik tanganku dan meletakkannya ke bawah perutnya. Bude menyuruhku memainkan daging sebesar kacang tanah. Bude menyuruhku menguit-guit. Aku pun mengnarik-narik daging kecil yang sudah agak keras itu. Tapi aku belum juga berani melihat ke bawah.
Bude bilang, “Kalau nggak mau melihat, aku boleh tutup mata.”
Aku memainkan daging kecil itu dengan tangan kiri. Disodorkanya payudaranya ke mulutku dan disuruhnya menghisap putingnya. Sedangkan tangan kananku dibawanya meremas payudaranya yang di sebelah kanan. Aku hanya mengikuti. Bude pun meneruskan mengurut-urut dan mengocok-ngocok kemaluanku. Lama juga kami melakukan itu. Terasa nikmat bagiku.

Tiba-tiba aku mendengar Bude Is menarik nafas dalam-dalam. Panjang sekali. Dia memeluk tubuhku. Ditekannya payudaranya ke tubuhku. Aku lemas karena didekap kuat. Badannya tegang mengeras, seperti orang ngejan.
Dia melenguh seperti orang sakit kepala, “Uhh.. sstt..!” mulutnya mendesis seperti orang menahan rasa perihnya luka.
Disuruhnya aku menggosok daging kemaluannya lebih cepat. Aku pun lebih cepat memaikan dan menggosoknya.

Aku mengangkat wajahku. Tapi ditekannya lagi ke dadanya lebih kuat. Digosok-gosokannya wajahku di payudaranya. Aku rasa aku seperti mau lemas. Aku pun menghisap kuat puting payudaranya. Tanganku sebelah lagi terus meremas payudaranya. Tidak lama setelah itu aku mendengar Bude Is mengerang, seperti orang yang telah lega. Letih nampaknya.

Lalu dia mandi menyiramkan air ke tubuh indahnya. Kain untuk penutup badan yang tergeletak di lantai dibilas dan digantung di kamar mandi. Dia keluar memakai Handuk. Dia masuk duluan ke dalam kamar. Berkemben handuk saja. Aku masih di kamar mandi menyiram badan menghilangkan busa sabun. Kemaluanku tegang dan merah karena digosok Bude Is tadi. Setelah mandi terus melap badan dan masuk ke dalam kamar untuk mengenakan baju baru yang dibelikan Bude tadi.

Ketika aku masuk dalam kamar, kulihat Bude Is bersandar di dinding tempat tidur. Dia masih memakai handuk. Matanya terpejam. Seperti orang letih saja. Diam. Aku merasa takut juga. Boleh jadi perbuatanku tadi membuat Bude Is tidak suka.
“Marahkah Dia..?” tanyaku dalam hati.
Aku pun naik ke atas tempat tidur, duduk dekatnya.
Kutanya, “Bude marah ya..?”
Matanya membuka memandangiku. Dia tersenyum. Rambutnya wangi.
“Nggak.” katanya.

Dirangkulnya aku menempel ke tubuhnya. Wajahku dekat ke lehernya. Diusapnya punggungku, seperti berbagi rasa sayang padaku. Hatiku sangat senang sekali.
Bude Is bilang, “Luka Andi sudah baik..?”
Aku mengangguk dan balik bertanya, “Tadi kenapa Bude seperti orang sakit?”
“Apa Bude sakit..?”
Dia menggelengkan kepala, katanya, “Kalau tidak ada orang membantu Bude seperti Andi perbuat tadi, kepala Bude terasa sakit. Badan Bude terasa lemas.” katanya.

“Bolehkah Andi menolong Bude?” kutanya.
Lalu dia menjawab, “Entahlah. Kalau Andi nggak cerita sama orang lain, Andi boleh nolong Bude untuk nyembuhkan sakit kepala Bude.” katanya.
Kujawab, “Andi sumpah nggak cerita pada siapa pun Bude. Andi sumpah. Betul..!”
“Benar ya Ndi..?” Bude menatap wajahku.
Dia tersenyum seperti tidak percaya. Aku sangat kasihan melihat Bude. Aku mengangguk.

Kemudian dia berkata, “Bude mau minta tolong sama Andi untuk mijitin badan Bude, boleh nggak? Capek jalan-jalan tadi,” katanya.
Aku mengangguk. Bude Is pun memposisikan badannya untuk telentang. Di punggungnya diletakkan bantal. Disuruhnya aku mengambil minyak yang dibeli tadi di pinggir ranjang dan duduk di sebelah kanannya. Dituangkannya di telapak tangannya. Aromanya wangi. Dia menyuruhku untuk menyingkap handuk di dadanya. Kubuka, terpampang payudaranya seperti gunung. Putingnya merah coklat.

Dia menyuruhku memijat seperti di dalam kamar mandi tadi. Aku lakukan. Dia menyuruhku meremas-remas dan memainkan putingnya. Lama-kelamaan putingnya menjadi keras. Mata Bude Is terpejam seperti orang tidur. Lama aku berbuat begitu. Aku hanya diam saja memperhatikan mimik wajah Bude. Kemudian dia menyibakkan handukku. Dipegang-pegang dan diremas-remasnya kemaluanku, kemudian diurut-urutnya. Aku merasa nikmat. Aku merasakan kemaluanku tegang. Minyak itu melicinkan kemaluanku. Aku merasa kemaluanku makin tegang dan makin panjang. Kepalanya tersa mengembang.

Kemudian dia menyuruhku mengelus perutnya. Perutnya agak gemuk. Ouuh.., lembut dan kenyal. Dia menyuruhku memutar-mutar jari telunjuk kananku di pusarnya. Sedangkan tangan kiri meremas-remas payudaranya. Kadang aku putar-putar puting payudaranya. Aku melakukannya agar Bude Is sembuh dari sakit kepalanya. Lagian dia baik hati. Kami pun tinggal berdua saja. Kalau dia sakit, pada siapa kuminta tolong antar ke rumah sakit. Semua itu menjadi pikiran bagiku.

Setelah itu Bude Is menyuruhku membuka handuknya lagi.
“Andi tolong urut paha Bude, yaaa..!” lembut suaranya.
Waktu aku menyibakkan handuknya, aku melihat bulu hitam kemaluan Bude Is. Uhh.., geramku. Tidak pernah aku melihat bulu kemaluan perempuan sebelumnya.

Aku melihat wajahnya. Dia melihat wajahku.
“Andi, pijitin paha Bude, ya..?”
Lalu dia meneteskan minyak dalam botol tadi ke tanganku. Aku melihat paha Bude putih dan mulus, bagus sekali. Betisnya padat, licin dan putih, seperti kapas. Aku pura-pura tidak meliat bulu kemaluannya. Lebat. Hitam. Banyak di bawah perutnya, seperti jambang. Kuraba bulunya. Halus. Lembut. Kemaluannya tertutup oleh ketebalan bulunya.

Kemudian Bude Is membuka pahanya. Aku malu untuk melihat.
Bude pun berkata, “Andi lihatlah..! Ada belahannya kan..?”
Aku diam saja, karena belum pernah melihat kelamin perempuan. Kulihat wajahnya. Bude meremas-remas kemaluanku. Aku merasa nikmat. Dia menyuruhku mengurut pangkal pahanya. Tangan Bude Is mengurut-urut batang kemaluanku. Kadang-kadang diremasnya batang kemaluanku pelan-pelan. Enak sekali rasanya. Geli bila kena kepala kemaluanku di jarinya.

“Andi lihat nggak celah rambut kemaluan Bude, ada air nggak..?” kata Bude.
Jadi sekarang kuberanikan untuk melihat dekat-dekat. Dia yang menyuruh. Kusibakkan bulu vaginanya, nampak ada alur panjang dari atas ke bawah. Di celah kemaluan itu ada air. Aku mengangguk.
“Andi sibakkanlah dan buka belahan itu, lihat di sebelah atas ada daging sebesar kacang goreng, ada nggak..?” dia tanya padaku.
Huhh.., aku geram sekali. Selama hidup aku tidak pernah melihat kemaluan perempuan yang dewasa seperti Bude Is. Tapi sekarang Bude menyuruh melihat punyanya. Aku tidak tahu mau berbuat apa. Tidak pernah sekali pun melihat itu.

Sebelum aku menyibakkan kulit yang dia bilang itu, aku melihatnya dulu betul-betul. Ketika kusibak bulunya, aku melihat kemaluan Bude seperti terbelah dari atas memanjang ke bawah. Ada jalur. Panjang. Seperti mulut bayi tembam. Seperti bukit kecil. Tapi jalur yang terbelah itu tertutup rapat. Tidak kelihatan apa-apa.
Aku bilang, “Nggak ada Bude. Nggak ketemu.”
Bude Is ketawa. Dia berkata dengan suara lemah lembut, “Andi, lihatlah dekat-dekat..!”

Kemudian kusibakkan kulit itu kiri-kanan, terbukalah kemaluannya.
“Udah nampak belum..?” katanya.
Menggigil juga tanganku ketika aku mengusik kemaluannya seperti yang dia suruh. Aku pun membuka dengan ujung jari. Aahhhk.., ketika terbuka aku kaget. Rupanya, dalam kulit luar ada kulit lagi. Warnanya merah. Memang ada air. Aromanya aneh dan enak. Aku belum terbiasa dengan aroma itu. Aku mainkan dan sibakkan. Berlendir. Melekat di jariku. Rupanya di dalamnya ada lidah, di kiri dan di kanan. Kusibakkan lagi, nampak di bawah seperti ada lubang. Kecil saja. Rasanya lembek. Seperti daging kecil.

Kemudian aku bertanya, “Ini dia Bude..?”
Dia menjawab, “Bukan. Bukan di bawah. Tapi diatass..,”
Aku melihat ke sebelah atas. Kusibakkan lagi. Kutekan baru kelihatan daging kecil menonjol.
“Haha.. itulah yang Bude maksud..!” kata Bude. “Pintar kamu Ndi..” katanya lagi.
Aku senang karena berhasil menemukannya. Kutekan sedikit dengan dua jempolku. Kulit luarnya masuk ke dalam. Tonjolannya seperti kemaluan kucing. Luarnya dibungkus kulit. Pendek saja ukurannya, tapi kelihatan. Sepertinya keras. Memang ada daging sebesar biji kacang goreng.

Aku mengangguk lagi, “Ada Bude..!” kataku.
“Ya, itulah itil kepala bawah Bude. Namanya itil atau kelentit. Andi mainkan seperti mainkan puting susu Bude tadi, ya… Nanti dia akan keras. Mainkan perlahan-lahan ya. Nanti akan berkurang sakit kepala Bude. Andi lakukan lah yaaa..!” Bude Is seperti minta tolong kepadaku.
Aku pun menuruti kemauan Bude. Ada aroma lagi datang dari kemaluan Bude Is. Aku senang aromanya. Makin kumainkan klitoris Bude, makin kuat aromanya. Enak sekali. Sepertinya wangi sabun dan bau agak mentega bercampur menjadi satu. Ingin rasanya aku mencium lebih dekat ke kemaluan Bude.

“Ada air liur keluar di bibirnya, Bude.” kataku.
Bude menjawab, “Nggak apa-apa, Andi mainkanlah terus sampai Bude puas.” katanya lagi.
Aku melihat Bude Is rilek saja. Matanya tertutup rapat. Nafasnya kencang. Tangannya memegang sprei ranjang dan diremas-remasnya.
“Sakit Bude..?” kutanya dia.
Dia hanya menggelengkan kepala, “Nggaak..!” katanya pelan.
“Andi lakukan terus sampai Bude bilang berhenti.” katanya lagi.
Aku terus melakukannya.

Lama-lama kurasakan paha Bude Is meregang. Betisnya mengeras. Jari kakinya juga meregang. Dia mengerang, “Uuhh.., hhhmm.., iss.. isshh..! Enaak Ndi..!” katanya, “Gosok dengan kencang Ndiii..!”
Aku pun mengikuti. Aku pun ingat waktu dulu. Ibu menyuruhku memijat kepalanya. Aku pun disuruh menggosok, tapi di dahinya. Ibu pun bilang enak juga. Tapi Bude Is agak lain. Dia menyuruhku memainkan kepala kecil di dalam kemaluannya. Kelentitnya. Ku dengar nafasnya makin kencang, kepalanya digelengkan ke kiri dan ke kanan. Dia menyuruhku meremas buah dadanya kuat-kuat. Aku meremas.

Tidak berapa lama kulihat Bude agak lega. Kemudian Bude membuka matanya, dan senyum padaku. Aku pun tersenyum.
“Udah sembuh sakit kepala Bude..?” kutanya.
Dia menjawab, “Belum seberapa hilangnya. Sekarang coba Andi telungkup di atas badan Bude, bolehkan..?” katanya.
Aku pun bertanya, “Telungkupnya gimana Bude..?” kataku.
Bude Is pun memegang pinggulku. Ditariknya aku ke atas dadanya. Dia menanggalkan handukku. Aku pun telanjang sudah, dan aku telungkup, pinggulku di atas dadanya. Kepalaku tepat di atas kemaluannya. Ahhk.., aroma kemaluanya enak sekali.

Kemudian Bude Is menyuruhku untuk menunggingkan pinggulku, berlutut di atas wajahnya. Aku pun menunggingkan pantatku dengan mengangkangkan pahaku tepat di atas wajahnya. Bude pun membuka dan mengangkangkan pahanya lebar-lebar. Kemaluannya menonjol karena pantatnya dialasi dengan bantal. Bude menyuruhku menyibakkan celah kemaluannya dengan jari. Kusibakkan.
“Ada airnya nggak, Ndi?” Bude Is bertanya. Kujawab ada.
“Andi lihat agak ke bawah, ada lubang, kan?” katanya lagi.
Aku jawab, “Ya.”

Bude menyuruhku meletakkan lidah di celah kemaluannya. Dia menyuruhku menyapukan vaginanya dengan lidahku. Setelah itu dia menyuruhku memasukkan jari tengahku ke dalam lubang itu. Tekan dan tarik pelahan-lahan. Aku memasukkan jariku ke lubang kemaluan Bude. Mmhh, aroma air kemaluan Bude Is memang enak menusuk hidungku. Rasanya seperti sampai di otak kenikmatanku. Wangi. Kuhisap air vagina Budeku. Bude Is pun memegang kemaluanku yang sudah mulai tegang sedikit. Aku merasakan seperti dijilat. Seperti malam dulu, kubiarkan.

Setelah itu aku merasakan seperti dikulum kepala kemaluanku. Dimainkanya dengan lidah. Dan kurasakan kemaluanku seperti menyentuh bibir mulutnya. Kurasakan ujung kemaluanku seperti kena jilat di dalam mulutnya. Enak dan geli betul rasanya. Kurapatkan kakiku, tapi terhalang kepala Bude. Aku terpaksa menahan rasa enak dan geli. Badanku meriang. Lama-kelamaan hanya rasa enak yang terasa. Aku merasa Bude menjilat-jilat, habis itu rasanya kepala kemaluanku masuk ke dalam mulutnya. Habis semua batang kemaluanku. Kadang-kadang dikeluarkan kemaluanku, dijilat-jilatnya buah pelirku. Aku biarkan saja. Enak dan nikmatnya makin bertambah.

Kurasakan lidahnya mengulum kepala kemaluanku. Uhh.., gelinya bukan main. Kurasa kemaluanku semakin tegang. Aku mengerang menahan nikmat. Kudengar dia seperti menghisap kuat-kuat ujung kemaluanku. Crup.. cruppp.. bunyi air liurnya. Aku tidak dapat berbuat apa-apa. Kutahan saja. Aku terasa mau kencing. Aroma dari kemaluan Bude Is masuk ke lubang hidungku sewaktu dia memeluk pinggulku. Aku terus menjilati kemaluannya seperti yang dia suruh. Jariku pun kudorong tarik di dalam lubang kemaluanya. Berlendir dan banyak, sehingga meleleh sampai ke pangkal jari tanganku. Bulu vaginanya kulihat basah kuyup. Air liurku bercampur dengan lendir Bude. Mulutku pun belepotan seperti adikku makan bubur bayi.

Aku terus menjilati kemaluan Bude. Aku dan Bude Is mengerang kenikmatan seperti orang sakit kepala. Aku mulai merasa melayang-layang. Keringatku mulai meleleh di tubuhku. Kujilat terus kemaluan Bude sampai Bude keluar peluh juga. Tiba-tiba Bude Is menyuruhku bangun. Dia menyuruhku pergi ke kamar mandi untuk kencing dulu. Memang benar. Aku kencing. Banyak sekali. Langsung kubasuh wajahku dan kumur-kumur.

Setelah kembali ke kamar, Bude menyuruhku untuk telentang. Dia naik ke atas dadaku. Aku di bawah. Aku diam saja. Aku tidak tahu apa yang mau Bude lakukan. Kubiarkan saja karena Bude lebih tahu apa yang akan dilakukannya. Bude menyuruhku meremas-remas buah dadanya seperti tadi. Aku meremasnya. Kemaluanku pun mulai mengeras. Dipegangnya batang kemaluanku. Dikocoknya seperti dalam kamar mandi tadi. Setelah keras, Bude menyuruhku untuk memejamkan mata. Kurasakan perlahan-lahan diarahkan kepala kemaluanku di lubang vaginanya, di tempat yang kujilati tadi. Diusap-usapnya kepala kemaluanku sampai berlumur lendir vaginanya. Aku rasakan licin. Basah.

Kemudian ditekan pelan-pelan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya. Kurasakan kemaluanku masuk ke dalam lubang kemaluannya. Panas rasanya. Seperti kejepit. Ditekannya dalam-dalam. Kemudian Bude Is berhenti. Dia menarik nafas panjang. Waktu berhenti aku merasakan kepala kemaluanku seperti kena urut dalam vaginanya. Dikemut-kemut. Bude Is merebahkan dadanya di wajahku. Aku sudah paham. Kupegang payudaranya, keremas-remas sambil kukulum puting susunya.
“Oouuh.., Andi sudah pintar yaa..?” katanya, suaranya menggetar.

Aku terus menghisap. Terus kuraba-raba payudaranya. Aku merasa gerah, badan Bude Is pun sudah berkeringat. Aku terus meremas payudaranya. Sesekali kudengar Bude menarik nafas panjang. Bunyi nafasnya juga bertambah kencang. Nafasku pun begitu. Bude menyuruhku memainkan biji kacang di celah kemaluannya. Bude membantu tanganku dengan membungkukkan badannya, sehingga tanganku lebih leluasa memainkan kelentitnya.

Setelah itu Bude Is menggoyang pantatnya yang lebar itu. Ke atas dan ke bawah. Pelan-pelan saja. Aku merasakan ada sesuatu yang menjalar di batang kemaluanku. Bude memutar-mutar lubang kemaluannya dengan cara memutar-mutar pantatnta yang lebar itu di atas kemaluanku. Seperti orang mengaduk dodol. Dia goyang ke kiri dan ke kanan. Habis itu diangkat dan tekan pinggulnya. Aku rasakan nikmat tiada taranya. Jari tengah Bude meraba lubang pantatku. Bulu kemaluan Bude kena ke pangkal kemaluanku. Geli. Bunyi nafasnya bertambah keras.

“Enak nggak Ndii..?” tanya Bude Is.
Kujawab, “Hhhmm..” mataku tidak dapat kubuka, badanku terasa seperti melayang. Batang kemaluanku makin tegang dan keras. Aku pikir karena digenjot Bude. Diusapnya pantatku. Lembut saja. Bude Is memang pintar mengusik tempat yang membuatku melayang. Enak. Bude Is terus menggenjot dan menggoyangkan pantatnya ke atas ke bawah, kadang memutar. Sesekali dirapatkannya wajahnya ke wajahku. Diciumnya mulutku. Kubuka mulutku. Dihisap lidahku. Seperti orang berciuman di TV. Aku pun membalas. Kuhisap lidahnya seperti yang diajarkannya tadi.

Bude Is seperti bertengger di atas kemaluanku. Sedikit demi sedikit batang kemaluanku terpacak keras, terbenam masuk ke dalam lubang kemaluannya. Dia menggenjot dari atas. Aku tahan di bawah. Dia memelukku kuat-kuat, sehingga membuatku susah untuk bernafas. Kami seperti beradu tenaga. Memang Bude Is mudah memasukkan batang kemaluanku, sebab lubang kemaluannya sudah banyak lendir. Kemaluanku rasanya licin bila disorong tarik di dalam lubang kemaluanya.

“Aahhgg..!” Bude Is merengek setiap kali dia bergoyang.
“Enaaak Nddiii..!” katanya padaku.
Aku mulai meriang. Tenggorokanku kering. Ada rasa seperti kesemutan di tenggorokanku saat Bude menggenjot pantatnya. Kutusuk dan hentakkan kemaluanku ke dalam lubang kemaluan Bude. Semakin cepat dia genjot, semakin sering dia merengek, “Eh eh es eh eh ess..!”
Sambil menggenjot dari atas, tanganku mengusap-usap payudaranya. Puting payudaranya kuputar-putar. Kadang kuangkat kepalaku agar dapat aku menghisap puting payudaranya.

Puas bermain tanganku di putingnya. Begitu seterusnya sehingga puting susu Bude menjadi tegang dan keras.
Mulutnya melenguh, “Uh uh uh..!”
Bude Is membiarkanku untuk berbuat sesuka hati terhadap payudaranya. Semakin kuremas dia semakin melenguh dia. Kuat. Enjotannya pun makin kuat dan cepat. Hisapan kemaluan Bude Is memang kuat, lama-lama aku seperti mau kencing. Aku tidak bisa rasanya menahan kencing.
Aku memberitahu Bude, “Bude, Andi mau kencing niih..!”
Bude Is menjawab, “Nggak apa-apa, kencing aja dalam lubang kemaluan Bude.”

Terus Bude menggenjot lebih cepat, lagi dan lebih. Lama-lama aku sudah tidak tahan lagi. Melihatku makin tidak tahan, Bude Is memeluk bahuku. Maka terpancutlah kencingku, aku memekik, “Budee.. Andi udah mau.. keluaarr.., aahhk..!”
Aku sudah nggak tahan. Bude Is pun menekan habis kemaluannya dan menggenjot, angkat, enjot, angkat, enjot. Cepat. Lebih sering. Tenggorokannya pun mengeluarkan bunyi dari dalam.
“Arrrgg.., Andi.., Aarrgghh..!”

“Andi dah keluar Bude.” kataku sambil memeluk pinggang Bude erat-erat.
Kupeluk seperti itu agar kemaluanku terbenam lebih dalam ke dalam lubang kemaluan Bude. Wajah Bude kelihatan berkerut. Aku tidak tahu, apakah sakit kepalanya kambuh lagi. Pelan-pelan dia tekan pinggulku karena mau mencabut kemaluanku yang tertanam dalam lubang kemaluannya. Bude Is masih memelukku. Lubang kemaluan Bude masih belum mau melepaskan kemaluanku. Entah berapa kali aku pancutkan ke dalam rahim Bude. Aku rasa kencingku banyak. Kencingku memancut tidak putus-putus. Pekat rasanya.

Aku melihat biji mata Bude Is terbeliak bila aku kencing dalam rahimnya. Hangat pancutan air kencingku itu dapat kurasakan mengalir di buah pelirku. Mungkin di dalam kemaluan Bude sudah penuh dengan air kencingku tadi. Aku diam saja. Bude Is juga terdiam. Seperti bisu. Dia memelukku. Keringat Bude mengalir di dahinya. Aroma keringatnya wangi-wangi amis. Ketiaknya menempel di hidungku. Batang kemaluanku terasa mulai kendur. Berangsur-angsur menjadi kecil. Lama Bude Is membiarkan kemaluanku di dalam lubang kemaluannya.

Waktu itu perasaanku sangat bangga, karena aku berhasil menolong mengobati sakit kepala Bude Is. Kemaluan Bude memang enak menjadi tempat kencingku. Memang pintar dia membuatku kencing. Enak. Liang kemaluan Bude pun sangat kuat mengemut batang kemaluanku. Kemutannya saja dapat membuatku melayang lupa diri. Kuharap dia senang hati, karena aku menolongnya menyembuhkan sakit kepalanya. Aku tidak menyangka, anak lelaki sepertiku boleh kencing di dalam liang kemaluan perempuan. Nikmat pula. Aahhh..!

Lebih kurang sepuluh menit Bude Is memeluk tubuhku. Dia sepertinya tertidur. Mulutku mengulum puting payudaranya. Bude membiarkan saja. Kuremas, kumainkan, kuhisap putingnya. Ketika dia bangun, baru dia cabut kemaluanku dari lubang kemaluannya. Diciumnya pipiku.
“Masih sakit kepala Bude..?” kutanya.
Dia menjawab, “Tidakk Sayang. Udah baikan sekarang. Kan tadi Andi udah menyiram sama air ke dalam kemaluan Bude..?” dia tersenyum.
“Apa..? Andi tadi kencing Bude.” kataku.
“Husyy.. itu bukan kencing. Air mani namanya.” diajarkannya aku namanya.

Setelah itu kami tidur. Bude Is memelukku. Waktu mau tidur, diurut-urutnya batang kemaluanku. Aku pun meremas-remas payudaranya. Mulutnya menghisap lidahku. Aku pun begitu juga.

TAMAT

Asal Ibu Senang

Cerita saya ini hanyalah fiktif belaka, bila ada kesamaan, itu hanyalah kebetulan. Saya cowok yang masih single. Saya bekerja seruangan dengan seorang cewek cantik. Dia atasan saya, orangnya cantik dan montok menggoda. Dia suka membuat kemaluan saya naik terus, karena memang dia punya hobby melakukan hubungan seks. Dan kebetulan, saya juga punya hobby yang sama, tetapi tidak semaniak dia. Hampir tiap hari dia bermain seks dengan cowok yang disenanginya, bahkan saya sendiri sering diajak bermain dengan dia. Disamping saya senang dan menikmati tubuhnya yang aduhai itu, saya juga tidak berani menolak perintahnya. Pokoknya asal ibu senang. Dan saya dijanjikan naik pangkat, dan tentu saja gaji naik juga dong plus bonus tubuhnya yang montok itu.

Dia orangnya cantik, meskipun umurnya jauh di atas umur saya. Karena dia selalu suka memakai rok ’super’ mini warna putih transparan, maka saya tahu kalau dia tiap hari tidak pernah memakai celana dalam. Yang saya heran, ketika dia ada di luar ruang kerja, dia selalu memakai rok biasa bahkan pernah pakai celana. Tetapi ketika ada di ruang kerja kami, dia selalu memakai rok ’super’ mini itu. Jadi kalau ada sesuatu yang dia butuhkan, dia selalu minta tolong saya yang mengurusnya.

Meja kerjanya berada persis di depan meja kerja saya, jadi saya bisa melihat apa yang dikerjakannya. Tiap menit dia selalu memancing nafsu saya. Dia sering pura-pura lihat suasana di luar jendela, padahal dia ingin memperlihatkan kemontokan pantatnya yang super montok itu. Lalu dia pura-pura melihat hasil kerja saya sambil mendekati saya, terus dia menundukkan kepalanya, lalu yah terlihat jelaslah payudaranya yang tergantung bebas tanpa halangan dari BH. Dia goyangkan badannya, maka bergoyanglah payudara itu kiri-kanan-kiri. Tapi yang paling parah, dia pura-pura menjatuhkan pena di lantai, terus dia jongkok membelakangi saya. Ketika dia menunduk, roknya tersingkap ke atas, jadi terlihatlah pantatnya yang montok putih dan kemaluannya yang putih kemerahan dengan bulu yang tampak menantang untuk dijamah.

Ketika dia sudah mengambil penanya, eh… dijatuhkannya lagi, terus nungging lagi. Lagi-lagi dia goyangkan pantatnya maju-mundur, bawah-atas. Lalu dia merenggangkan kakinya, sehingga kemaluannya yang lezat itu merekah bagai bunga ‘mawar’ dan begitu seterusnya. Hingga saya tidak tahan akan kelakuannya itu. Langsung saja saya mendekatinya, terus saya raba-raba kemaluannya. Dan ternyata, ohhh… dia menikmati sentuhan-sentuhan yang saya berikan.

Saat ini saya bekerja dengan lidah saya. Saya jilati sedikit kacangnya dan di “suck” agar basah. Tidak sampai dua menit sudah tampak ada cairan bening di liang senggamanya. Karena kejantanan saya sudah tidak tahan, lalu saya masukkan batang kemaluan saya ke liang kewanitaannya. Dia mendesis, meronta, mengerang nikmat (3M), demikian juga saya. Hangat dan lembab saya rasakan di sekitar kemaluannya yang ranum itu.

Lalu saya mulai goyang kiri dan kanan, maju-mundur dan kadang-kadang saya putar. Dia benar-benar hebat dalam merangsang birahi saya. Setelah saya agak pasif dalam gerakan yang saya lakukan karena sudah hampir terasa menuju klimaksnya, dia dengan perkasa menggoyang tubuhnya maju-mundur, kanan-kiri dan berputar dengan garang.
Sementara saya semakin berat menahan orgasme, akhirnya, “Bu boleh keluarin di dalam..?” kata saya meminta persetujuannya.
“Boleh aja sayang, emang sudah hampir, ya..?” katanya sambil terus menggenjot pantatnya maju-mundur.
“Ya, Bu..” kata saya sambil meringis menahan nikmatnya permainan kami.
“Kita sama-sama ya, hmmm… ohhh..” desisnya.

Dengan sisa tenaga yang ada, saya menggoyangkan lagi tubuh saya sampai terasa enak, karena orgasme saya sudah sampai ke dekat pintu helm “NAZI” saya. Lalu saya peluk dia dari belakang sambil saya remas dadanya.
Dan, “Cret… cret… cret cret…” air mani saya muncrat di dalam lubang senggamanya.
Dan dia pun merintih, “Ohh yes..!” dan lalu mencengkeram kursi dengan erat serta badannya bergetar dan menegang, rupanya dia klimaks juga.
Dengan kemaluan kami yang masih bersatu, saya tetap memeluk dia dari belakang. Dia tersenyum puas, lalu melumat bibir saya. Dia bilang batang kemaluan saya enak sekali dan dia kangen kalau tidak dimasuki kemaluan saya sehari saja.

Tidak lama dengan posisi itu, saya kemudian memeluk pinggangnya kuat-kuat dari belakang sambil merintih, “Akhhh… akhhhggg…” dan lalu di dinding kewanitaannya saya berikan rasa hangat karena semprotan sperma saya tadi.
Tidak ada tandingan rasa enak yang lain yang dirasakannya saat itu kata dia, tapi dia harus buru-buru merapikan baju dan mencuci kemaluannya. Setelah permainan itu lemas sekali tubuh saya dan tidak bisa kerja lagi. Soalnya sambil berdiri sih. Enak juga lho making love di kantor. Apalagi kalau lembur, jangan dibilang lagi dech, bisa-bisa di meja kerja, di WC, di lift, di lantai atas gedung atau juga di dalam mobilnya juga bisa, rasa takut ketahuan itu selalu ada, tapi kenikmatannya lain dari pada yang lain, pokoknya sensasinya lain.

Malamnya saya diajak ke pub. Setelah jam dua belas malam, saya ajak dia pulang. Dia saya tuntun ke mobil, karena dia mulai mabuk akibat terlalu banyak mengkonsumsi minuman dan saya mengantarkan ke apartemennya. Saya bingung, mengapa dia tidak pulang ke rumahnya sendiri, mengapa kesini. Saya mengantar sampai ke dalam kamarnya di lantai 7, saya sempat beristirahat sejenak di sofanya. Dia bangun dan menghampiri saya untuk mengucapkan terima kasih dan selamat malam, tetapi tubuhnya jatuh ke dalam pelukan saya, sehingga nafsu saya untuk meng’anu’nya mulai bangkit.

Saya ciumi dari kening, mata, hidung hingga mulut sensualnya. Disambutnya ciuman saya dengan permainan lidahnya yang sudah profesional. Lama kami berciuman dan saya mulai meremas buah dadanya yang agak kenyal, lalu saya buka resleting bajunya. Kemudian saya susupkan tangan saya ke dalam BH-nya untuk meremas buah dadanya lagi dan memainkan putingnya sambil terus berciuman. Satu persatu pakaiannya jatuh ke lantai, BH, CD, tapi kami masih berciuman. Tangan saya tidak tinggal diam, meremas di atas, sesekali memainkan puting dan meraba serta memainkan tangan saya di bagian kemaluannya. Oi.. bulu kemaluannya yang menggoda. Sungguh terlihat sangat lezat waktu itu. Liang senggamanya telah banjir akibat otot kewanitaannya mengeluarkan cairan karena rangsangan dari saya. Tangannya mulai membuka satu persatu pakaian saya sampai kami berdua telanjang bulat.

Saya memasukkan jari tengah saya ke dalam lubang kemaluannya, terus jari telunjuk saya memainkan klitorisnya yang mulai menegang, dan dia mulai merebahkan tubuhnya di sofa. Saya ciumi lagi putingnya dan kusodok-sodokkan lagi liang kenikmatannya dengan dua jari. Dia mulai mencari-cari batang keperkasaan saya yang sudah tegang sejak tadi dan mulai menghisap batang kemaluan saya, mulai dari kepala hingga dengan perlahan-lahan mulutnya masuk dan melahap batang kejantanan saya semuanya. Saya tambahkan jari saya satu lagi hingga ada tiga jari yang masuk ke dalam liang senggamanya. Tidak sampai disitu, saya kemudian menambahkan lagi satu jari saya hingga hanya jempol saja yang masih di luar memainkan klitorisnya.

Tidak lama saya lepaskan batang rudal saya dari mulutnya dan mulai mengarahkan ke bibir kemaluannya yang banjir. Perlahan-lahan saya dorong batang rudal saya. Bibir bawahnya menggigit bibir atasnya, saya angkat kedua pahanya dan menyandarkan di sandaran sofa untuk kaki yang sebelah kiri, sedang yang kanan kuangkat, dan, “Bless…” masuk sudah kemaluan saya.
“Aaahhh… ssshhh…” hanya desisian saja yang dapat saya dengarkan dari mulutnya, kemudian kuayunkan perlahan-lahan.
“Ssshhh… ooohhh my god… come on… ssshhh…” kembali dia mendesis kenikmatan, terus kuayunkan hingga kupercepat ayunanku.
Akhirnya, “Ssshhh… Buuu… saya mau keluar Buuu… ssshhh…” kata says ditengah nikmatnya permainan tubuh kami.
“Keluarin di dalem aja sayang… ohhh aaahhh…” katanya sambil kedua pahanya mulai dijepitkan pada pinggangku dan terus menggoyangkan pantatnya.

Tiba-tiba dia menjerit histeris, “Ooohhh… ssshhh… ssshhh… ssshhh…”
Ternyata dia sudah keluar, saya terus menggenjot pantat saya semakin cepat dan keras hingga menyentuh ke dasar liang senggamanya.
“Ssshhh… aaahhh…” dan, “Aaaggghhh… crettt… crrreettt… ccrreeett…
Saya tekan pantat saya hingga batang kejantanan saya menempel ke dasar liang kenikmatannya, dan keluarlah sperma saya ke dalam liang surganya.

Saat terakhir air mani saya keluar, saya pun merasa lemas. Walaupun dalam keadaan lemas, tidak saya cabut batang kemaluan saya dari liangnya, melainkan menaikkan lagi kedua pahanya hingga dengan jelas saya dapat melihat bagaimana rudal saya masuk ke dalam sarangnya yang dikelilingi oleh bulu kemaluannya yang menggoda. Saya belai bulu-bulu itu sambil sesekali menyentuh klitorisnya.
“Ssshhh… aaahhh…” hanya desisan saja yang menjadi jawaban atas perlakuan saya itu.
Saya pun mulai mengayunkan kembali batang kemaluan saya, meskipun terasa agak ngilu saya tetap paksakan.

Saya meminta dia berganti posisi menjadi menungging dengan tidak melepaskan batang kejantanan saya dari dalam liang senggamanya. Batang kejantanan saya terasa dipelintir oleh bibir kemaluannya. Terus saya menggerakkan tubuh saya lagi sambil diiringi desahannya.
Dia mendorong pantatnya dan, “Aaachhh… lebih cepet Honey… ssshhh…!”
Dia sudah keluar lagi, sedangkan saya sendiri masih asyik mengoyang pantat saya sambil meremas buah dadanya yang dari tadi saya biarkan.
“Ssshhh… hhhmmm… aaahhh…” desah saya juga, dan, “Creeettt… creeett… creett..!” keluarlah lahar panas itu dari tubuh saya.
Saya pun menekan pantat saya dan menarik pinggulnya hingga batang kejantanan saya menyentuh dasar kemaluannya lagi. Setelah itu kami berdua sama-sama lemas.

Dia ambil sebatang rokok, dinyalakannya dan dia hisap rokok itu, persis seperti saat dia menghisap batang kejantanan saya. Kami duduk dan sama-sama menikmati permainan tersebut. Sambil dia merokok, kami saling memainkan kemaluan kami masing-masing. Kuangkat tubuhnya ke tempat tidur. Kami tidak membereskan pakaian kami yang masih berserakan di lantai ruang tamu. Saya putar jam bekerja tepat pukul 17:00, soalnya saya mau pulang. Dia mulai mendekatkan wajahnya sambil tangannya merangkul dan tubuhnya yang berkeringat merapat ke tubuh saya. Meskipun udara di rungan sudah dingin, tetapi tubuh kami masih berkeringat akibat permainan tadi.

Pada kesempatan lain, saya datang ke rumahnya untuk mengantarkan surat-surat penting. Kebetulan siang itu dia lagi sendiri.
“Oh kamu Sayang.., ayo cepet masuk..! Ehhmmm…” katanya sambil menutup pintu.
“Iya Bu, saya cuma mau ngantar surat ini.” kata saya.
Terus saya minta pamit pulang, tapi, “Aduh kok buru-buru amat sih… Ibu mau minta tolong lagi, boleh khan..?” katanya manja.
Lalu, matanya merem melek sambil lidahnya dikeluarkan, saya sudah tahu pasti bahwa dia sudah sangat ingin bersetubuh lagi dengan saya. Pokoknya sudah tidak tahan deh.

Langsung saya diajak dia masuk dan duduk di teras. Waktu itu dia memakai baju kulot putih transparan. Terlihat payudaranya yang montok dengan putingnya yang menyembul dari balik bajunya. Saya melihat dia dalam keadaan yang ’super’ nafsu, lalu dia pancing saya untuk making love. Saya sih “A.I.S” saja. Lalu kulot dan CD dilepaskan satu-persatu. Hanya menunggu sebentar, bibir kewanitaannya saya raba-raba, dan kelentitnya saya plintir sampai dia sangat terangsang. Terus baju, celana dan CD saya gantian dia lepaskan. Lalu kami duduk di lantai teras. Dalam posisi duduk santai dengan kaki selonjor, dia hisap batang kemaluan saya sampai saya mendesah-desah, akibatnya batang kejantanan saya menjadi tegang dan keras.

Dia kangkangi kakinya, dia pegang batang kejantanan saya yang sudah keras sambil mengarahkan ke liang senggamanya yang sudah basah dan merekah itu. Sungguh pengalaman seks yang indah, karena dia membawa nafsu seks saya hingga sampai pada kenikmatan yang tak terhingga. Terlihat dia jadi lemas dan lelah, tetapi dia berusaha tidak mau berhenti. Dan sepertinya teriakannya tertahan, mungkin dia takut terdengar tetangga. Dia terus naik turun dan saya juga mengimbangi dari bawah, terus sampai akhirnya kami berpelukan erat-erat, karena dia sudah merasa hampir klimaks. Tidak lama dia pun menegang, dan akhirnya kami bersamaan mencapai puncaknya dan keluar. Pokoknya nikmat sekali, dan badan saya juga terasa lemas tak bertenaga, yang ada hanya perasaan tidak mau lepas dari tubuhnya.

Tanpa memakai celana dulu, dia pergi ke kamar mandi. Pantatnya yang montok bergoyang kanan-kiri-kanan-kiri. Kadang dia menundukkan tubuhnya sehingga posisinya menungging ke arah saya. Dengan sangat jelas terlihat bibir kemaluannya merekah. Ohhh, saya menjadi tertegun melihat tingkahnya yang begitu memancing birahi saya. Saya sih cuek saja. Yang penting saya bisa dapat keuntungan lebih besar dari situ.

TAMAT

Bersama Ibu Muda

Sebut saja namaku Dandy 30 tahun, 170/65 berparas seperti kebanyakan orang pribumi dan kata orang aku orangnya manis, atletis, hidung mancung, bertubuh sexy karena memang aku suka olah raga. Aku bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan besar di kota Surabaya dan statusku married. Perlu pembaca ketahui bahwa sebelum aku bekerja di Surabaya ini, aku adalah tergolong salah satu orang yang minder dan kuper karena memang lingkungan keluarga mendidik aku sangat disiplin dalam segala hal. Dan aku bersyukur sekali karena setelah keluar dari rumah (baca:bekerja), banyak sekali kenyataan hidup yang penuh dengan “warna-warni” serta “pernah-pernik”nya.

Kisah ini berawal terjadi sebagai dampak seringnya aku main chatting di kantor di saat kerjaan lagi kosong. Mulai muda aku adalah termasuk seorang penggemar sex education, karena buat aku sex adalah sesuatu yang indah jika kita bisa menerjemahkannya dalam bentuk visualnya. Dan memang mulai SD, SMP sampai SMA hidup aku selalu dikelilingi cewek-cewek yang cakep karena memang aku bisa menjadi “panutan” buat mereka, itu terbukti dengan selalu terpilihnya aku menjadi ketua osis selama aku menempuh pendidikan.

Kembali pada ceritaku, dunia chatting adalah ‘accses’ untuk mengenal banyak wanita dengan segala status yang mereka miliki; mulai ABG, mahasiswi, ibu muda sampai wanita sebaya, di luar jam kantor. Dan mulai dari sinilah aku mulai mengenal apa itu “kehidupan sex having fun”.

Suatu hari aku chatting dengan menggunakan nickname yang menantang kaum hawa untuk pv aku, hingga masuklah seorang ibu muda yang berumur 32 tahun sebut saja namanya Via. Via yang bekerja di salah satu perusahaan swasta sebagai sekretaris dengan paras yang cantik dengan bentuk tubuh yang ideal (itu semua aku ketahui setelah Via sering kirim foto Via email aku). Kegiatan kantor aku tidak akan lengkap tanpa online sama dia setiap jam kantor dan dari sini Via sering curhat tentang kehidupan rumah tangganya. Karena kita berdua sudah sering online, Dia tidak segan-segan menceritakan kehidupan sex nya yang cenderung tidak bisa menikmati dan meraih kepuasan. Kami berdua share setiap kesempatan online atau mungkin aku sempatkan untuk call dia.

Hingga suatu hari, kami putuskan untuk jumpa darat sepulang jam kantor, aku lupa tanggal berapa tapi yang pasti hari pertemuan kami tentukan bersama hari Jum’at. Setelah menentukan dimana aku mau jemput, sepulang kantor aku langsung kendarai mobil butut starletku untuk meluncur di tempat yang janjikan. Dengan perasaan deg-deg an, sepanjang perjalanan aku berfikir secantik apakah Via yang usianya lebih tua dari aku 2 tahun. Dan pikiranku terasa semakin amburadul ketika aku bener-bener ketemu dengan Via. Wow! Aku berdecak kagum dengan kecantikan Via, tubuhnya yang sexy dengan penampilannya yang anggun membuat setiap kaum adam berdesir melihatnya. Tidak terlihat dia seorang ibu muda dengan 3 orang anak, Via adalah sosok cewek favorite aku. Mulai dari wajahnya, dadanya, pinggulnya dan alamak.. pantatnya yang sexy membuat aku menelan ludahku dalam-dalam saat membayangkan bagaimana jika aku bisa bercinta dengan Via.

Tanpa pikir panjang dan menutupi kegugupan aku. Aku memancing untuk menawarkan pergi ke salah satu motel di sudut kota (yang aku tahu dari temanku). Sepanjang perjalanan menuju hotel, jantungku berdetak kencang setiap melirik paras Via yang cantik sekali dan aku membayangkan jika aku dapat menikmati bibirnya yang tipis.. Dan sepanjang itu juga “adik kecilku” mulai bangkit dari tidurnya. Tidak lama sampailah kami di salah satu Motel, aku langsung memasukan mobilku kedalam salah satu kamar 102.

Didalam kamar aku sangat grogi sekali bertatapan dengan wajah Via..
“Met kenal Dandy,” Via membuka obrolan.
“hey Via..,” aku jawab dengan gugup.
Aku benar-benar tidak percaya dengan yang aku hadapi, seorang ibu rumah tangga yang cantik sekali, sampai sempat aku berfikir hanya suami yang bego jika tidak bisa menyayangi wanita secantik Via.
Kami berbicara hanya sekedar intermezo saja karena memang kami berdua tampak gugup saat pertemuan pertama tersebut. Sedangkan jantungku berdetak keras dibareng “adik kecilku” yang sudah meronta ingin unjuk gigi.

“Dandy meskipun kita di sini, tidak apa-apakan jika kita tidak bercinta,” kata Via.
Aku tidak menjawab sepatah katapun, dengan lembut aku gapai lengannya untuk duduk di tepi ranjang. Dengan lembut pula aku rangkul dia untuk rebahan diranjang dan tanpa terasa jantungku berdetak keras, bagaikan dikomando aku menciumi leher Via yang terlihat sanagt bersih dan putih.
“Via kamu sangat cantik sayang..,” aku berbisik.
“Dann.. jangan please..,” desahan Via membuat aku terangsang.
Lidahku semakin nakal menjelajahi leher Via yang jenjang.
“Akhh Dandy..”
Tanpa terasa tanganku mulai nakal untuk menggerayangi payudara Via yang aku rasakan mulai mengencang mengikuti jilatan lidahku dibalik telinganya.
“Ooohh.. Danddyy..”
Via mulai mengikuti rangsangan yang aku lakukan di dadanya. Aku semakin berani untuk melakukan yang lebih jauh..
“Via, aku buka jas kamu ya, biar tidak kusut..,” pintaku.

Via hanya mengikuti pergerakan tanganku untuk memreteli jasnya, sampai akhirnya dia hanya mengenakan tanktop warna hitam. Dadaku semakin naik turun, ketika pundaknya yang putih nampak dengan jelas dimukaku. Setelah jas Via terbuka, aku berusaha naik di tubuh dia, aku ciumi bibir Via yang tipis, lidahku menjelajahi bibirnya dan memburu lidah Via yang mulai terangsang dengan aktivitas aku. Tanganku yang nakal mulai menarik tanktop warna hitam dan..
Wow.. tersembul puting yang kencang.. Tanpa pikir panjang aku melepas lumatan di bibir Via untuk kemudian mulai melpeas BH dan menjilati puting Via yang berwana kecoklatan. Satu dua kali hisapan membuat puting Via berdiri dengan kencang.. sedangkan tangan kananku memilin puting Via yang lain nya.
“Ooohh Danndyy.. kamu nakal sekali sayang..,” rintih Via.
Dan saat aku mulai menegang..
“Tok.. tok.. tok.. room service.” Ahh.. sialan pikirku, menganggu saja roomboys ini. Aku meraih uang 50.000-an dikantong kemejaku dengan harapan supaya dia cepat pergi.

Setelah roomboy’s pergi, aku tidak memberikan kesempatan untuk Via bangkit dari pinggir. Parfum Via yang harum menambah gairah aku untuk semakin berani menjelajahi seluruh tubuhnya. Dengan bekal pengetahuan sex yang aku ketahui (baik dari majalah, film BF maupun obrolan-obrolan teman kantor), aku semakin berani berbuat lebih jauh dengan Via. Aku beranikan diri untuk mulai membuka CD yang digunakan Via, dan darahku mendesir saat melihat tidak ada sehelai rambutpun di bagian vagina Via. Tanpa berfikir lama, aku langsung menjilati, menghisap dan sesekali memasukkan lidahku ke dalam lubang vagina Via.

“Oohh.. Dan.. nikmat.. sayang,” Via merintih kenikmatan setiap lidahku menghujam lubang vaginanya dan sesekali menekan kepalaku untuk tidak melepaskan kenikmatan itu. Dan disaat dia sedang menikmati jilatan lidahku, telunjuk jari kiriku aku masukkan dalam lubang vagina dan aku semakin tahu jika dia lebih bisa menikmati jika diperlakukan seperti itu. Terbukti Via menggeliat dan mendesah disetiap gerakan jariku keluar masuk.
“Aakkhh Dann.. kamu memang pintar sayang..,” desah Via.
Disaat kocokkan jariku semakin cepat, Via sudah mulai memperlihatkan ciri-ciri orang yang mau orgasme dan sesat kemudian..
“Dann.. sayang.. aku nggak tahan.. oohh.. Dan.. aku mau..” visa menggelinjang hebat sambil menggapit kedua pahanya sehingga kepalaku terasa sesak dibuatnya.
“Daann.. ookkhh.. aakuu keluaarr.. crut-crut-crut.”
Via merintih panjang saat clitorisnya memuntahkan cairan kental dan bersamaan dengan itu, aku membuka mulut aku lebar-lebar, sehingga carian itu tidak ada yang menetes sedikitpun dalam mulutku.

Aku biarkan Via terlentang menikmati orgasmenya yang pertama, sambil membuka semua pakaian yang aku kenakan, aku memperhatikan Via begitu puas dengan foreplay aku tadi, itu terlihat dari raut wajahnya yang begitu berbinar-binar. Tanpa memberi waktu panjang, aku segera menghampiri tubuhnya yang masih lemas dan menarik pinggulnya dipinggir ranjang, dan tanpa pikir panjang penisku yang berukuran 19 cm dengan bentuk melengkung, langsung menghujam celah kenikmatan Via dan sontak meringis..
“Aaakhh.. Dandy..,” desah Via saat penisku melesak kedalam lubang vaginanya.
“Dandyy.. penis kamu besar sekali.. aakkh..”
Aku merasakan setiap gapitan bibir vaginanya yang begitu seret, sampai aku berfikir suami macam apa yang tidak bisa merasakan kenikmatan lubang senggama Via ini?
Aku berpacu dengan nafsu, keringatku bercucuran seperti mandi dan menetes diwajah Via yang mulai aku rasakan sangat menikmati permainan ini.
“Danddyy.. sudah.. sayang.. akhh..” sembari berteriak panjang aku rasakan denyutan bibir vagina mengapit batang penisku. Dan aku rasakan cairan hangat mulai meleleh dari vagina Via. Aku tidak mempedulikan desahan Via yang semakin menjadi, aku hanya berusaha memberikan kepuasan bercinta, yang kata Via belum pernah merasakan selama berumah tangga. Setiap gerakan maju mundur penisku, selalu membuat tubuh Via menggelinjang hebat karena memang bentuk penisku agak bengkok ke kiri.

Tiba-tiba Via mendekap tubuhku erat dan aku tahu itu tanda dia mencapai orgasme yang kedua kalinya. Penisku bergerak keluar masuk dengan cepat dan..
“Dann.. aku.. mau.. keluarr lagi.. aakk.. Kamu hebat sayang, aku.. nggak tahan..,” seiring jertian itu, aku merasakan cairan hangat meleleh disepanjang batang penisku dan aku biarkan sejenak penisku dalam vaginanya.

Sesaat kemudian aku melepas penisku dan mengarahkan ke mulut Via yang masih terlentang. Aku biarkan dia oral penisku.
“Ahh..,” sesekali aku merintih saat giginya mengenai kepala penisku. Disaat dia asik menikmati batang penisku, jariku yang nakal, mulai menelusuri dinding vagina Via yang mulai basah lagi.
“Creek.. crekk.. crek..,” bunyi jariku keluar masuk dilubang vagina Via.
“Ohh.. Dandy.. enak sekali sayang..”
1.. 2.. 3.. 4.. 5.. jariku masuk bersamaan ke lubang vagina Via. Aku kocok keluar masuk.., sampai akhirnya aku nggak tahan lagi untuk mulai memasukkan penisku, untuk menggantikan 5 jariku yang sudah “memperkosa” lubang kewanitaannya.

Dan..
“Ohh.. sayang aku keluar lagi..”
Orgasme yang ketiga diraih oleh Via dalam permainan itu dan aku langsung meneruskan inisiatif menindih tubuh Via, berkali-kali aku masukkan sampai mentok.
“Aaakhh.. sayang.. enak sekali.. ohh..,” rintih Via. Bagaikan orang mandi, keringatku kembali berkucuran, menindih Via..
“Sayang aku boleh keluarin di dalam..,” aku tanya Via.
“Jangan.. aku nggak mau, entar aku hamil,” jelas Via.
“Nggak deh sayang jangan khawatir..,” rengekku.
“Jangan Dandyy.. aku nggak mau..,” rintihan Via membuat aku semakin bernafsu untuk memberikan orgasme yang berikutnya.
“Akhh.. oohh.. Dandy.. sayang keluarin kamu sayang.. aakkhh..,” Via memintaku.
“Kamu jangan tunggu aku keluar Dandy.. please,” pinta Via.

Disaat aku mulai mencapai klimaks, Via meminta berganti posisi diatas.
“Danndy aku pengen diatas..”
Aku melepas penisku dan langsung terlentang. Via bangkit dan langsung menancapkan penisku dlam-dalam di lubang kewanitaannya.
“Akhh gila, penis kamu hebat banget Dandy asyik.. oohh.. enak..,” Via merintih sambil menggoyangkan pinggulnya.
“Aduhh enak Dandy.. ”
Goyangan pinggul Via membuat gelitikan halus di penisku..
“Via.. Via.. akh..,” aku mengerang kenikmatan saat Via menggoyang pinggulnya.
“Dandy.. aku mau keluar sayang..,” sambil merintih panjang, Via menekankan dalam-dalam tubuhnya hingga penisku “hilang” ditelan vaginanya dan bersamaan dengan itu aku sudah mulai merasakan klimaks sudah diujung kepala.
“Via.. Via.. ahh..”
Aku biarkan spermaku muncrat di dalam vagianya.
“Croot.. croot..” semburan spermaku langsung muncrat dalam lubang Via, tetapi tiba-tiba Via berdiri.
“Aakhh Dandy nakal..”
Dan Via berlari berhamburan ke kamar mandi untuk segera mencuci spermaku yang baru keluar dalam vaginanya, karena memang dia tidak menggunakan pernah menggunakan KB.

Permainan itu berakhir dengan penuh kenikmatan dalam diri kami berdua, karena baru saat bercinta denganku, dia mengalami multi orgasme yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata.
“Dandy, kapan kamu ada waktu lagi untuk lakukan ini semua sayang,” tanya Via.
Aku menjawab lirih, “Terserah Via deh, aku akan selalu sediakan waktu buatmu.”
“Makasih sayang.. kamu telah memberikan apa yang selama ini tidak aku dapatkan dari suami aku,” puji Via.
“Dann.. kamu hebat sekali dalam bercinta.. aku suka style kamu,” sekali lagi puji Via.

Pertemuan pertama ini kita akhiri dengan perasaan yang tidak bisa digambarkan dengn kata-kata, dan hanya kami berdua yang bisa rasakan itu. Aku memang termasuk orang yang selalu berusaha membuat pasanganku puas dan aku mempuyai fantasi sex yang tinggi sehingga tidak sedikit abg, mahasiswi dan ibu muda yang hubungi aku untuk sekedar membantu memberikan kepuasan buat mereka.

Tamat

tante ayu dan 3 anak tanggung kurang ajar

Aku masih duduk di bangku SLTP saat itu. Di saat aku dengan teman-teman yang lain biasa pulang sekolah bersama-sama. Usiaku masih terbilang hijau, sekitar tiga belas tahun. Aku tidak terlalu tahu banyak tentang wanita saat itu. Di kelas aku tergolong anak yang pendiam walaupun sering juga mataku ini melirik pada keindahan wajah teman-teman wanita dikelasku waktu itu.

Hal ini jugalah yang membawa aku bersama 2 temanku Bambang dan Eko kedalam sebuah pengalaman yang tak terlupakan bagi kami saat duduk dibangku SLTP dulu.

Semuanya bermula dari kegigihan Bambang terhadap perempuan. Kebiasaannya untuk tak melewatkan barang sedetikpun perhatiannya terhadap keindahan wanita membawa aku, dia dan Eko kesebuah rumah di komplek pemukiman Griya Permai. Komplek perumahan yang biasa kami lewati saat pulang menuju kerumah masing-masing.
Mulanya aku dan Eko sedang asyik bercanda,. Secara tiba-tiba Bambang menepuk pundakku dengan keras. Matanya tertuju kesatu rumah dengan tajamnya. Ternyata disana kulihat ada seorang wanita dengan mengenakan rok mini baru saja keluar meninggalkan mobilnya untuk membuka pintu pagar rumah.

“Heh, bang. Kenapa sih elu tiap lihat perempuan mata elu langsung melotot kayak begitu ?” tegurku.
“Elu itu buta ya, wan. Elu kagak lihat bagaimana bongsornya bodi tuh wanita ??” balasnya cepat.
“Bambang, Bambang.. bisa-bisanya elu nilai perempuan dari jarak jauh begini-ini” sambung Eko “Itu mata.. apa teropong”
“Wah, kalau untuk urusan wanita kita nggak pake mata lagi, men. Nih, pake yang disini nih.. dibawah sini” jawab Bambang sambil menunjuk-nunjuk kearah kemaluannya.
“Kalau gua udah ngaceng, perempuan diseberang planet juga bisa gua lihat” kata Bambang dengan senyum penuh nafsu.
“Jadi sekarang elu lagi ngaceng, nih ?!” tanya gue yang sedari tadi hanya bisa tenggelam dengan pikiran-pikirannya.
“So pasti, men. Nih kont*l udah kayak radar buat gua. Makanya gua tahu disana ada mangsa” jawab Bambang dengan lagi-lagi menunjuk ke arah kemaluannya.
“Gila lu, bang” kataku.
“Ha-alah, enggak usak munafik deh mam, elu juga ngaceng kan, waktu melihat roknya si Dina kebuka di kelas. Gua kan tau… elu juga kan gong ?” balas Bambang cepat.
“yah, itu kan kebetulan. Bukannya dicari, ya kan mam ?” tanya Eko kepadaku.

Aku sendiri hanya bisa tersipu malu mendengarnya. Didalam hati aku memang mengakui
“Sekarang begini aja” ujar Bambang kemudian “Elu pada berani taruhan berapa, kalau gua bisa masuk kerumah tuh wanita ?”
“Elu itu udah gila kali ya, bang. Elu mau masuk kerumah itu perempuan ??” jawabku cepat.
“Udah deh.. berapa ? Goceng ??”tantangnya kepada kami. Sejenak aku, dan Eko hanyut dalam kebingungan. Teman kami yang satu ini memang sedikit nekat untuk urursan wanita.
“Goceng ??”potong Eko cepat “Wah gua udah bisa beli mie bakso tuh”
“Ha-alah, bilang aja kalau elu takut jatuh miskin. Iya kan, ko ?” balas Bambang dengan sedikit menekan.
“Siapa bilang, kalau perlu, ceban juga hayo” jawab Eko tak mau kalah.
“Oke, oke.. heh, heh, heh. Sekarang tinggal elu nih, wan. Kalau melihat tampang elu sih, kayaknya gua ragu”
“Heit tunggu dulu” ujar gue. Gue langsung cepat-cepat merogoh kantong celananya. Selembar uang kertas lima ribuan langsung dikibas-kibaskan didepan kedua mata Bambang.
“Gua langsung buktikan aja sama elu.. nih”
“Oke. Sekarang elu pada buka tuh mata lebar-lebar” kata Bambang kemudian.

Bambang langsung berjalan menuju kerumah yang dimaksud. Tampak disana sang pemilik rumah telah memasukkan mobilnya. Saat ia hendak menutup pagar, aku lihat Bambang berlari kecil menghampirinya. Disana kulihat mereka sepertinya sedang berbicara dengan penuh keakraban. Aneh memang temanku ini. Baru saja bertemu muka dia sudah bisa membuat wanita itu berbicara ramah dengannya, penuh senyum dan tawa.

Dan yang lebih aneh lagi kemudian, beberapa saat setelah itu Bambang melambaikan tangannya kearah kami bertiga. Dia mengajak kami untuk segera datang mendekatinya. Setelah beberapa langkah aku berjalan, kulihat Bambang bahkan telah masuk ke pekarangan rumah menuju ke pintu depan rumah dimana wanita itu berjalan didepannya. Bambang memang memenangkan taruhannya hari itu. Di dalam rumah kami duduk dengan gelisah, khususnya aku. Bagaimana mungkin teman kami yang gila perempuan ini bisa dengan mudah menaklukkan wanita yang setidaknya dua puluh tahun lebih tua usianya dari usia kami. Sesaat setelah Bambang selesai dengan uang-uang kami ditangannya, akupun menanyakan hal tersebut.

“Gila lu, bang. Elu kasih sihir apa tuh wanita, sampai bisa jinak kayak merpati gitu ??” tanyaku penasaran.
“Heh, heh, heh.. kayaknya gua harus buka rahasianya nih sama elu-elu pada” jawabnya.
“Jelas dong, bang. Goceng itu sudah cukup buat gua ngebo’at. Elu kan tahu itu” tambah Eko lagi.
“Begini. Kuncinya itu karena elu-elu semua pada blo’on” jelas Bambang serius.
“Apa maksudnya tuh !” tanya gue cepat.
“Iya, elu-elu pada blo’on semua karena elu-elu kagak tahu kalau perempuan itu sebenarnya tante gua.. tante Ayu, dia istrinya om harso, adik mama gue” tambahnya lagi.
“Wah, sialan kita sudah dikadalin nih sama… playboy cap kampak” kata Eko.
“Itu kagak sah, bang. Itu berarti penipuan”sambung gue.
“Itu bukan penipuan. Kalau elu tanya apa gua kenal kagak sama tuh perempuan, lalu gua jawab enggak.. itu baru penipuan” jelas Bambang.

Untung aja pertengkaran diantara gue dan teman-teman saat itu nggak lama karena tidak lama tante ayu yang ternyata tante si Bambang itu datang dengan membawa minuman segar buat kami.
“Ada apa kok ribut-ribut. Kelamaan ya minumannya ?” tanya tante Ayu. Suaranya terdengar renyah ditelinga kami dan senyumannya yang lepas membuat kami berempat langsung terhenyak dengan kedatangannya yang tiba-tiba.
“Ah, nggak apa-apa tante” jawab Eko.
Bambang yang duduk disebelahnya terlihat serius dengan pikirannya sendiri. Baju t-shirt yang dikenakan tante Ayu memiliki belahan dada yang rendah sehingga disaat beliau membungkuk menyajikan gelas kepada kami satu-persatu, Bambang terlihat melongok-longokkan kepalanya untuk dapat melihat isi yang tersembunyi dibalik pakaian beliau saat itu. Aku sendiri bisa menyaksikannya, kedua payudara beliau yang besar, penuh berisi. Menggelantung dan bergoncangan berulangkali disetiap ia menggerakkan badannya.

“Ini tante buatkan sirup jeruk dingin untuk kalian, supaya segaran” jelas tante Ayu ”Hari ini panasnya, sih”
Saat tante Ayu selesai dengan gelas-gelasnya, iapun kembali berdiri tegak. Keringat yang mengucur deras dari kedua dahinya memanggil untuk diseka, maka beliaupun menyekanya. Tangan beliau terangkat tinggi, tanpa sengaja, ketiak yang putih, padat berisi terlihat oleh kami. Beberapa helai bulunya yang halus begitu menarik terlihat. Jantungku terasa mulai cepat berdetak. Karena saat itu juga aku tersadarkan kalau dibalik pakaian yang dikenakan tante Ayu telah basah oleh keringat. Lebih memikat perhatian kami lagi, disaat kami tahu bahwa tante Ayu tidak mengenakan BH saat itu.

Kedua buah puting susunya terlihat besar menggoda. Mungkin karena basah keringatnya atau tiupan angin disiang hari yang panas, membuat keduanya terlihat begitu jelas dimataku. Aku sendiri tidak ambil pusing dengan lingkungan disekitarku karena tongkat kemaluanku telah berdiri keras tanpa bosan. Rasanya aku ingin sekali melakukan onani bahkan, kalau mungkin, mengulum kedua puting susu beliau yang menantang dengan berani.
“Tante habis mengantar om kalian ke bandara hari ini. Jadi tante belum sempat beres-beres ngurus rumah, apa kabar mama papa kamu bang?” katanya lagi.
“eh oh, baik2 aja tante, tante kapan dong main ke rumah lagi” Bambang tampak grogi.
“duh tante lagi sibuk2nya ngurusin bayi, dulu juga tante ngurusin kamu, skr kamu udah ABG gini” tante ayu mencubit pipi Bambang. Bambang tersipu.

Ditengah pesona buah dada yang menggoda nafsu birahi kami semua, perhatian terpecah oleh tangisan suara bayi. Aku baru tahu kemudian, bahwa itu adalah anak tante Ayu dan om harso yang bungsu. Anak mereka baru dua dan yang sulung sudah kelas 6 SD. Jadi agak jauh bedanya dengan yang ke dua. Beliaupun terpanggil untuk menemuinya dengan segera.

“Kalian minum dulu, ya. Tante kebelakang dulu.. oh, iya Bambang. Tadi mama kamu tlp, nanti kamu jangan lupa tlp rumah ya bilang kalo kamu di sini”
“Iya tante.” kata Bambang.
Hanya selang beberapa menit kemudian, tante Ayu sudah menemui kami kembali di ruang tamu. Namun satu hal yang membuat kami terkejut kegirangan menyambut kedatangannya dikarenakan beliau terlihat asyik menyusui bayinya saat itu. Bayi yang lucu tetapi buah dada yang menjulur keluar lebih menyilaukan pandangan jiwa muda kami berempat.

Tante Ayu terlihat tidak acuh dengan mata-mata liar yang menatapi buah dada segar dimulut bayinya yang mungil. Ia bahkan terlihat sibuk mengatur posisi agar terasa nyaman duduk diantara Bambang dan Eko saat itu.
“Bagaiman sirup jeruknya, sudah diminum ?” tanya tante Ayu cepat.
“Sudah , tante” jawab Bambang pendek. Matanya menatap tajam kearah samping dimana payudara tante Ayu yang besar dan montok terlihat tegas dimatanya.
“Ini namanya Bobby” jelas tante Ayu lagi sambil menatap anak bayinya yang imut itu “Usianya baru sembilan bulan”
“Wah, masih kecil banget dong tante” balas Bambang.
“Iya, makanya baru boleh dikasih susu aja”
“ASI ya, tante ?” tanya Bambang polos.
“Oh, iya. Harus ASI, nggak boleh yang lain” jelas beliau dengan serius.
“Kalau orang bilang susu yang terbaik itu ASI, tante ?”
“Betul, Bambang. Dibandingkan dengan susu sapi misalnya. Ya, susu ibu itu jauh lebih bergizi.. heh, heh, heh” tambah tante Ayu penuh yakin.
“Mamaku juga suka bikinkan saya susu setiap pagi, tante” kata Bambang menjelaskan.
“Oh, iya… bagus itu”

Tante Ayu diam sejenak. Beliau memperhatikan bayinya yang sudah mulai terlihat tidur. Namun Bambang terlihat mulai berharap sesuatu yang lain dari payudara beliau yang besar menggoda.
“Tapi susu yang saya minum setiap hari.. ya, susu sapi tante” sambung Bambang lagi penasaran. Sementara tante Ayu masih terlihat sibuk dengan bayinya . Namun beberapa saat setelah itu beliau mengatakan sesuatu yang mengejutkan kami.
“Susu ibu tetap lebih bagus. Bahkan di India ada yang bisa menyusui anaknya hingga berusia sepuluh tahun”
“Wah, asyik juga tuh” sela Eko cepat.

Tante Ayu hanya tersenyum simpul.
Bambang terus menyerocos tentang keinginannya sesekali mencoba ASI. Kami hanya tegang mendengarkan ocehan Bambang, takut sekali tante Ayu marah mendengarkan ocehan anak 13 tahun yang mulai terasa kurang ajar itu. Kami takut Om Har tiba-tiba pulang dan tante mengadu kemudian kami semua dihajar suami tante Ayu yang terkenal galak itu.

Tiba2 entah mendapat ide gila dari mana Eko yang sedari tadi hanya duduk diam mendengarkan nyeletuk dengan seenakknya.

“Coba ya kita bisa cicipin asi tante, duh pasti asyik ya?”

Kami semua, apalagi Bambang terkejut setengah mati. Tentunya dia lebih kaget krn itu adalah tantenya sendiri. Jantungku terasa berhenti berdetak saking kagetnya. Rasanya ingin lari saja dari ruangan itu karena malu dan takut dimarahi. Ternyata Tante Ayu tidak marah.
“yah kalo kalian mau, di dapur ada tuh ASI tante yang di peras dan masukan dalam botol.
Kami semua berpandangan.
“maksud kami langsung minum dari sumbernya tante’ kata Eko malu2. Tante Ayu melotot, Km sudah siap dia meledak mengomeli kekurangajaran Eko. Tapi ternyata tidak. Ia malah tertawa cekikikan, dadanya berguncang2.

“aduhhh kalian ini nakal sekali ya. Kalo langsung berarti kalian liat buahdada tante dong. Kalo kalian masih 7-8 th tante pasti berani kasih kalian kesempatan begitu. Tapi kalian susah besaar, sudah ABG, 13 tahun kan kamu Bambang dan Eko? Ari kamu malah udah 14 tahun kan?

Kami mengangguk serempak.
“emang kenapa kalo udah 14 tante?” aku memberanikan diri bertanya.
Tante menggosok2 rambutku dengan lembut.
“kalo sudah besar sudah ada nafsunya ari sayang. Masa mau liat buahdada wanita dewasa? terlalu besar resikonya memberikan payudara tante untuk kalian hisap,”
Mendengar tante menyebut kata “buahdada” saja sudah membuat darahku berdesir, aku yakin begitu juga dengan teman2ku. Namun setelah kami semua membujuk tante, serta berusaha meyakinkan tante bahwa kami tidak akan berbuat lebih dari mencicipi asi tante, beliau luluh juga. Apalagi setelah melihat mata Eko yang tampak sangat ‘ngenes’ menginginkan pengalaman baru yang bagi kami saat itu sudah sangat luar biasa.
“ya udah, tante mau deh. Tapi janji ya, kalian udah selesai sebelum oom kalian pulang”
“iya iya tante”
“Bambang, kalo papa mama kamu tau kamu nakal gini sama tante, bisa dicabut uang sekolah kamu. Apalagi kalo tante bilang om harso, bisa dihajar kamu abis2an”
“ya jangan ngadu dong tante’ Bambang ketakutan.
“Dan janji ya kalian. hanya minum asi saja, tante nggak pengen kalian macem-macem sama tante. Kalian kan bakalan liat payudara tante. Biar gimanapun kalian kan udah jadi laki-laki kecil dan bertiga pula, takut juga tante sendirian cewek di tengah 3 laki2 di rumah kosong gini pula. Kl tiba2 tiba kalian lepas kontrol gimana?
“Nggak kok, tante, kami janji” sambil berkata begitu mata kami bertiga tidak lepas dari dada tante Ayu sambil meneguk ludah berkali2. Kami tidak sabar menanti pemandangan indah itu sebentar lagi. Tante sepertinya menyadari hal itu dan tersenyum2 sendiri melihat kami tingkah bertiga.

Pemandangan yang ditunggu2 pun datanglah sudah. Tante membuka Bhnya perlahan-lahan. Mata kami mengikuti setiap milisecond gerakan tante membuka bh tersebut dan memperlihatkan kulit dadanya yg putih mulus. Mula2 tante hanya membuka salah satu cupnya saja. Tapi kami protes.
“Dua2nya aja tante”.
“Ih, buat apa, hayoo mulai nakal ya, kalian sebenernya cm mau liat buahdada tante aja ya? Dasar ABG genit” kerling tante Ayu manja.
“nggak kok tante, cuman kan kita bertiga, nanti gk cukup cuman satu payudara untuk kami”
“Ampun kamu pinter banget berdebat sih, iya deh tp janji ya jgn liar ngeliat tante telanjang dada yaa” sambil berkata demikian tante menuruti kemauan kami dengan membuka cup yang satunya lagi.
“nihh, puas?” goda tante ayu sambil mengerling menggoda ke arah kami.
Terpampanglah di depan kami sepasang payudara super indah. Sungguh tidak ada celanya. Dengan puting yg merah muda, padhal usia tante sudah hampir 35 th tp mungkin karena kulitnya yang sangat putih dan perawatan yang baik sehingga payudaranya masih terliat sangat mengkal dan kencang, dg puting yg imut warna muda dan posisi mengacung ke atas. Tentu saja kami bengong, bungkam seribu bahasa sambil bengong menatap benda terindah yang pernah kami liat saat itu. Tante Ayu tersenyum meliat kegenitan bocah2 itu.
“gimana? Montok nggak masih? Kalian suka gk?”
serentak kami menjawab: “suka suka tante”

“iya tp jangan lama-lama, tante nggak punya banyak waktu, oom kalian bentar lagi pulang lho” tegur beliau mengingatkan. Dia duduk di sofa, kami saling berpandangan siapa yang duluan mulai. Akhirnya Ekopun memulai duluan. Dengan gemetar dia mendekatkan mulutnya ke putting yang sangat menggoda tersebut. Dan akhirnya sampailah mulut Eko di surga dunia tersebut. Dia langsung tergegas menghisapnya. Tante Ayu melenguh perlahan. Maklum, kali ini ‘bayi’ yang menyusu padanya adalah remaja tanggung dengan gigi yang lengkap!

Sungguh pemandangan yang menegangkan. Seorang wanita dewasa yang sangat cantik dan sintal menurut kami, sudah menikah, membiarkan mulut seorang anak tanggung hinggap di payudaranya yang putih mengkal. Susu keliatan mengalir deras ke dalam mulut Eko. Keliatan dari mulut teman kami itu yang menggembung penuh oleh cairan. Dengan nekad Eko melanjutkan dengan meremas buah dada beliau serta mulai berani memainkan puting susunya dengan beberapa gerakan memelintir
“Pentil yg satunya nggak usah dipencet-pencet lagi. Udah keluar kok. Kamu coba langsung menghisapnya kayak anak tante ini” jelas beliau lagi. Setelah berapa lama, Eko pun tampak puas. Ia menarik mulutnya dari putting tante ayu yang keliatan mulai memerah sambil menyeka mulutnya. Kini giliran Bambang. Awalnya dia tampak grogi banget, maklum, tante ayu kan istri oomnya sendiri.

Tante pun kami baringkan dlm posisi telentang di sofa. Aku dan Eko meratakan kakinya di sofa, mata kami nanar melihat daster tante yg tipis dan menerawang, memperlihatkan celana dalamnya di balik itu. Angan2 kami terus melambung tinggi mengharapkan dapat menikmati sesuatu yg lebih dari ASI malam itu. Namun tentunya kita tidak bisa berharap angan itu akan menjadi kenyataan, untuk bisa berbuat ini saja kami sudah sangat beruntung.. Bambang merangkak di atas tubuh putih mulus itu. Mulutnya melahap dg rakus payudara kiri tante Ayu smtr tangannya sibuk membelai satunya lg. km melotot meliat kenekadan Bambang. Tante Ayu hanya tersenyum2 simpul sambil membelai kepala Bambang.
“ini dia keponakan tante yang paling nakal sama tantenya. Untung tante baik gk akan ngadu sama mamanya” Bambang merah mukanya.
“santai aja ya sayang. Gk usah terlalu bersemangat. Sakit lho. Tante gk ke mana2 kok” ujarnya perlahan. Sesekali ia merintih dan tubuh moleknya itu menggelinjang. Bambang terus menyedot seakan tidak ingat giliran yang lain. Bunyi berdecap terdengar kencang sekali. Otot payudara tante sampai tertarik ke atas. Terlihat jelas sekali urat2 payudara tante serta pori2nya. Kami sangat terangsang. Bayangkan, seorang keponakan sedang menghisap payudara tantenya sendiri dan tantenya pasrah begitu saja!

“jangan yg kiri terus dong Bambang, ini yg kanan juga ya”. Sambil berkata begitu, tante menyorongkan dada kanannya sambil sedikit meremasnya”. Bambang menatapnya nanar. Dg posisi begitu, payudara itu bertambah keliatan sangat merangsang. Ia menjilati putting kanan tante dg perlahan. Kemudian dengan nekadnya ia menjilati seluruh permukaan payudara tante. Kami dapat membayangkan betapa asyiknya Bambang dapat merasakan kulit payudara yang mulus licin serta masih sangat kenyal itu itu dengan lidahnya. Tante menggelinjang hebat, “ouwww Bambangdd, kok dijilat2 sihhh sayangg. km mau minum susu atau apa sih sayang, nggghhhhhh, ouhhh, ngghhhh”
“minum susu tante” ujar Bambang tersipu.
“itu namanya mencabuli tante sayang, gak boleh ya, kamu sudah mulai besar tapi belum cukup dewasa untuk berbuat cabul begtu, yah? Awas kmu macem2 tante aduin mama kamu yaa”

Bambang nyengir malu. Ia menghentikan aksinya sebentar. Sambil terus menatap nanar puting merah muda tersebut. Kemudian kembali menghisap tanpa jilatan seperti permintaan tante Ayu. Yg tidak bisa dihindarkan adalah penisnya yang membengkak dari balik celananya menyundul2 selangkangan tante Ayu. Wanita molek itu menyadari hal itu dan mencoba memposisikan dirinya tidak seperti sedang disetubuhi remaja tersebut, tapi Bambang tetap memaksakan sehingga tante Ayu terpojok di pojok atas sofa tanpa bisa berontak lebih lanjut.
“Bambang, Bambang, Bambang, stop dulu sayang, stop stoppp”
Bambang menyetop aksinya.
Tante duduk sambil melotot:
“inget gk sama janji kamu tadi?” omelnya. Tapi dia tidak tampak marah betulan, mungkin hanya kesal.
Bambang menunduk. “maaf tante, kebawa emosi”
“iya tante ngerti kalian ini masih tinggi2nya libido di usia kalian itu, tante kan sudah kasih kalian kesempatan untuk sedikit menikmati keindahan tubuh wanita. Tante rela sedikit memperlihatkan tubuh tante untuk kalian krn tante sayang kalian. Untuk memperlihatkan buahdada tante ke kalian saja, tante sudah terbilang nekad, apalagi tante kan bersuami dan kalian sudah cukup beruntung”. Kami hanya mengangguk-angguk.
“kalo tadi penis si Bambang melejit dan nyelonong masuk vagina tante gimana? Masa kamu mau penetrasi tante sendiri? Kamu kebayang gk dosanya sperti apa? kalo kalian gk mau kontrol, tante batalkan saja deh acara minum susu ini,” ambeknya.
“jangan-jangan tante, kita janji deh” aku menyela. Yg lain juga mendukung sambil mengangguk-angguk.

Setelah itu Tante Ayu menggilir kami satu persatu untuk disusui olehnya. Anaknya yang masih bayi dibaringkan diatas sofa yang kosong untuk lebih mempermudah beliau menyusui anak angkatnya saat itu.
Sisa malam itu kami menghormati peraturan yang tante berikan, kami hanya strict dengan acara menghisap payudara tanpa embel2 kenakalan lain walaupun harapan kami bisa lebih beruntung daripada itu. Tentunya kami tidak mau kehilangan kesempatan emas karena terlalu rakus. Yang jelas ke dua payudara montok yang sehari-hari milik oom harso itu habis2an kami nikmati setiap centinya. Putting yang merah muda dan mungil itu habis2an kami kunyah./ Bongkahan mengkal itu keliatan merah merona dihabisi oleh mulut2 kami yang rakus. Kami selesai sekitar jam 8 malam setelah Oom Harso menelepon dan bilang akan pulang sekitar jam 10.

Tante mengenakan kembali gaun atasnya dan menepuk2 kepala kami satu per satu. “tante senang kalian mengikuti aturan tante. Tante harus tegas walaupun tante tau kalian pasti sangat terangsang bisa melihat isi BH tante, tante yakin kalian sudah membayangkan bisa menyetubuihi tante bukan?”
Alangkah malunya kami tante bisa menebak piikiran kami. Kami hanya mengangguk-angguk lemah sambil menundukkan kepala.
“Bukannya tante munafik, terus terang tante agak2 penasaran juga gimana rasanya kalian setubuhi, pemuda2 setampan dan segagah kalian. Tapi tante akan terus merasa bersalah sama oom kalian kalo tante menuruti emosi. Kalau kalian menghormati om harso, tentu kalian menghormati beliau kan? Bayangkan perasaan oom kalo tau istrinya kalian setubuhi bertiga? Coba kalo kelak kalian punya istri kemudian disetubuhi orang lain, anak2 tanggung lagi. Kalo kalian terus menurut begini, tante gk keberatan kalo kalian ingin lagi sekali2.” Kami tentunya tidak bisa berbuat lain selain mengangguk-angguk.
“kalo kalian ingin lepaskan, buang aja dulu tuh di kamar mandi tante, tapi ingat ya, siram lho. Tante gk mau oom liat genangan sperma di kamar mandinya” sambil berkata begitu tante tersenyum ke arah kami bertiga. Malunya bukan kepalang lagi mendengar tante tahu saja tekanan biologis kami. Kami pun masuk kamar mandi untuk mengluarkan isi ‘peluru’ kami. Namun Bambang belum, ckup lama setelah kami keluar, Bambang akhirnya keluar juga.
“tante, aku gk bisa”
“lho kenapa? Ya sudah di ruma saja nanti ya sayang’ kata tante.
“hmmm, tante boleh nggak aku keluarin di antara dada tante?’ ucapnya malu2.
Tante tersenyum. “iya deh liat ke sini.km kbyakasn liat bf kyknya nih.sini”

Bambang memelorotkan celananya. Tante berjongkok di depan keponakannya itu sambil membuka kembali baju atas dan behanya. Terliat lagi sepasang payudara indah itu. Bambang pun mulai mengocok sambil membelai2 payudara tersebut. Suatu pemandangan yang ganjil bagi kami saat itu tapi sangat merangsang. Akhirnya Bambang pun keluar. Spermanya muncrat dengan deras menyirami payudara dan sebagian wajah tantenya tersayang itu. Kami tertegun tidak berkata apapun melihat itu. Tante menyeka sisa2 sperma sambil tersenyum2 simpul. “dasar ABG” kerlingnya lagi.
Kamipun beres2 dan pulang setelah itu.

Semenjak hari beruntung itu, pada setiap hari-hari tertentu dalam seminggu kami pasti berkunjung kerumah tante Ayu tentunya jika oom harso tidak ada. Tante Ayu senantiasa menyambut kami dengan ramah dan penuh perhatian. Beliau tidak pernah mengecewakan kami. Menyusui kami dengan sabar satu persatu. Tidak pernah sejenakpun kami merasa bosan dengan buahdada dan putingnya yang selalu mengacung tegang tiap kali kami mainkan. Setelah waktu berlalu, tante mulai memperlunak sikapnya. Beliau tidak lagi marah bila kami menekan-nekan pistol kami di selangkangannya. Hisapan kami pun tambah bervariasi. Bambang suka menjilati sekitar putting, aku suka menggesekkan bibirku ke seluruh permukaan payudara beliau yang sangat halus tersebut, dan Eko senang sekali membenamkan wajahnya ke antara ke dua gunung kembar tersebut. Tangan kami pun makin hari makin liar, dan tante seperti nya sudah capek menjaga tangan kami sehingga akhir2nya beliau pasrah saja dengan kenekadan dan kejahilan tangan2 kami dalam menjamah bagian2 sensitif tubuhnya. Dimulai dg Bambang. Akhirnya km semua pernah merasakan mengobel vagina wanita bersuami itu. Akhirnya kami semua bisa merasakan anatomi vagina mulai dari labia, klitoris, sampai dalam ke rahim, alangkah indahnya. Suara menjerit dan merintih tante setiap kali jari kami menyelip masuk diantara kedua paha mulusnya terdengar sangat merdu dan menggoda. Namun semua itu kami lakukan tanpa sekalipun dibolehkan meliat langsung ke arah vagina teresbut. Kegiatan ini terus rutin kami lakukan sampai kami lulus SMP.

Sampai selama itu, senakal2nya kami, kami tetap menjaga kehormatan tante Ayu dan tidak mencoba2 mengusik daerah terlarangnya walaupun keinginan kami untuk melakukannya sudah memuncak sampai ujung kepala.

Adalah Bambang yang mula2 mencetuskan keinginannya melihat kemaluan Tante Ayu. Semula kami kita tante akan marah tapi ternyata tante menanggapi permintaan kurang ajar Bambang itu dg tertawa geli.
“ya ampunn, buat apa sih Bambang? Kalian kan dah puas korek2 itu?”
“kepingin aja tante, aku belum pernah liat soalnya hehehe..”
“terus kalo dah liat mau ngapain?”
“ya nggak ngapa2in, mau liat ajaa” kami tegang sekali mendengar pembicaraan tersebut. Kami takut sekali tante marah dan mengadukan kami kepada Oom harso.

Akhirnya terjadi juga. Sambil tersenyum2 menggoda, tante melepaskan celana dlmnya dan perlahan2 memperlihatkan kpd km utk pertama kalinya benda yang saat itu kami impi2kan untuk melihatnya. Km hampir berteriak saking senangnya. Namun tentunya kami tidak berani berkata apapun selain menahan nafas. Kemaluan kami yang pasti sudah tidak tertahankan lagi sedang tegang2nya di dalam celana masing2. Tante Ayu tentunya menyadari keadaan ini. Ia tersenyum simpul menyadari reaksi kami sambil mengelus2 sisi2 dari kemaluannya yang tidak tertutup bulu.

“Apa bagusnya sih benda begini aja?” godanya.
Kami tidak mendengarkan dan terus saja melotot memandangi sela paha yang sama sekali tidak tertutup itu.
“udah ya?” kata tante ayu sambil pura2 hendak menaikkan celananya lagi.
“Beluuum’!!” serentak kami berteriak.
“udah dong anak2, ini punya oom kalian lhoo. Tante kan malu. Lagian nanti kalo ada yang masuk gimana?” rajuknya.
“kita pindah ke kamar aja ya tante” pancingku untung2an. Mulanya tante gak ragu.
“ihhh kamu genit yaa, awas yaa, tp tante sih mau aja, tapi awas jangan lupa daratan ya di kamar. Tante mau kalian jaga tante. Tante sudah berikan banyak buat kalian lho’
“iya tante’ kami manut2 saja. Tapi tentunya kayalan kami melayang ke mana2.
“Tante mau deh pinjamkan tubuh tante. Puaskan imaginasi erotis kalian dg tubuh ini. Satu hal yang tante minta, kalian janji mau jaga kehormatan tante?”
“iyaaa tanteeee” serempak kami menjawab. Dengan girang Bambang mengambil inisiatif menggendong tante ke dalam kamar. Di dalam kamar kami melemparkan tante ayu ke ranjang.
“auuwwww, ya ampun” pekik tante ayu. “ranjang tante dan oom kalian ini lho, kalian hati2 ya ponakan2ku tersayang. Tante gk mau kalian melewati batas apalagi di ranjang oom kalian dan tante yaaa”. Sekarang terlihat tante agak kuatir. Maklum suasana malam itu sepi sekali.
Kami hanya senyum2 saja. Mata kami nanar meliat pemandangan yang sangat luar biasa kali ini: tante ayu telanjang bulat!! Tubuhnya telentang di atas kasur pasrah dengan kenakalan bocah2 ini. sangat putih lagi montok, mulus dan sangat menantang hasrat kelakian kami. Pahanya tidak lg tertutup memperliatkan gundukan daging tertutup bulu yang seakan menantang kami untuk menerobosnya dgn penis2 liar kami. Jantung km berdegup tidak menentu.
Kali ini Eko yang duluan naik ke atas ranjang. Terliat tante agak grogi meliat tubuh Eko di atas tubuhnya yg telanjang di ranjang.

“aduh Eko, hati2 sayang, Eko, auhhh, hati hatiii…’’
tante agak panik ketika berapa kali kepala penis Eko tergesek diatas bulu2 kemaluannya ketika anak tanggung itu sedang memperbaiki posisinya.
Eko melirik ke arah kita dengan pandangan agak nakal. Kami menangkap sinyal yang dilemparkan eko namun belum berani memutuskan apa2. Maklum. Ini semua terlalu beresiko, kami tidak yakin apakah tante ayu akan tetap sebaik sekarang kalau kami melangkah lebih jauh dari biasanya.

Untuk sementara, Eko menuruti kata-kata tante untuk menghindarkan penisnya tergesek ke benda ‘keramat’ itu. Tante pun mulai kembali relax. Ia mulai ‘memperlakukan’ Eko dengan baik. Ia biarkan anak tanggung itu merangkah di atas tubuhnya dan menjilati seluruh permukaan payudaranya. Eko menikmati licinnya kulit payudara tante dengan jilatan2 lembut dan sangat perlahan. Saat menyentuh putting tante, eko tambah memperlambat gerakan lidahnya dan memutari putting tersebut dengan gerakan melingkar2 dengan ujung lidahnya. Sesekali ia menyapu putting tersebut dengan suatu jilatan halus. Terlihat tante ayu meregang. Badannya sesekali melengkung ke atas menggelinjang menikmati jilatan2 eko yang mulai pintar itu. Eko menangkap reaksi baik tante ayu itu dan memindahkan tangan kirinya ke antara paha tante. Mula2 ia membelai2 bulu2 tersebut dengan sangat lembut, kemudian jari tengahnya mulai menyelip. Dan bless, dalam tempo bbrp milisecond kami menyaksikan jari tengahnya menghilang di antara bulu2 halus dan tipis tersebut, menerobos di gundukan daging imut melalui celah2nya. Tante ayu menjerit halus. Kami menganga, adegan itu membuat adik2 kecil kami berdiri dengan tegangnya dan tidak seperti biasanya, kami tidak buru2 ingin rekan kami menyelesaikan gilirannya. Kami pun tidak habis pikir mengapa Eko kali itu sangat sabar dan cukup canggih memancing reaksi tante!

Tante keliatan bimbang. Dia mulai berontak namun tiap kali jari Eko meneborobos, matanya mendelik ke atas. Tindakan preventif tante adalah dia menutup pahanya dan membelokkannya ke samping sehingga remaja tanggung itu tidak bisa mengarahkan penisnya di antara selangkangan wanita berusia jauh di atasnya itu. Namun Eko tidak buru2 keliatannya. Dia benamkan berkali2 jarinya, sampai basah sekali.

Bambang berkali2 meliat ke luar jendela meliat ke pagar. Jelas dialah yang paling panik dari semua di antara kita, karena yang sedang dikerjain adalah tantenya sendiri. Ruangan ber AC tp kami berempat berkeringat. Apalagi Eko dan Tante Ayu. Mereka terus bergumul di saksikan mata melotot saya dan bambang. Tiba2 bambang menghentikan aksinya, bangkit dan berdiri begitu saja di samping tempat tidur, Penisnya yang sudah sangat bengkak terjuntai begitu saja tepat di samping badan tante Ayu. Tante yang sintal itu ikut heran seperti kami.
“sudah eko? Kamu kenyang ya?” kami tahu maksud tante dengan kenyang adalah puas tp tidak enak dia menggunakan kata itu. Tentunya dia heran karena Eko belum ejakulasi. Dan dia pasti maklum, kali ini sasaran kami adalah sampai ejakulasi tidak seperti biasanya. Walaupun untuk mengharapkan ejakulasi dengan cara mempenetrasi tante ayu masih terlalu muluk bagi kami saat itu.
Eko hanya tersenyum-senyum saja. Dia menelan sisa2 susu tante ayu yang masih ada dalam mulutnya. Tante bangun dari posisi telentang, ia mengambil kain di sisi tempat tidur dan menyeka payudaranya. Kami semua terdiam tidak tahu apa yang harus kami lakukan saat itu. Nafsu binatang sudah memuncak sampai ke ubun2 kami semua. Bahkan Bambang keliatan sudah tidak perduli lagi hubungan darahnya dengan tante ayu. Kami bertiga tertegun memperhatikan tante ayu yang masih telanjang bulat itu selama beberapa menit.

Tiba2 Eko memeluk tante ayu. Tante yang tidak curiga tersenyum manis dan memeluk balik anak tanggung itu.
“kamu udah ya gilirannya? Sekarang gantian sama Bambang atau Wawan ya?”
Eko mengangguk2. Namun tangannya meremas payudara tante sekali lagi. Tante memegang tangan nakal itu dan memindahkannya ke perutnya.
“Sudah ya sayang. Cukup ya. Kasian yang lain kepingin juga tuh”. Eko dalam tempo bberapa detik memindahkan balik tangan tante ke penisnya dan memberi tanda ke tante untuk mengocoknya. Lagi2 tante dengan sabar tersenyum dan menuruti. Mungkin dengan demikian ia pikir Eko akan cepat keluar dan menyelesaikan ‘penasaran’nya pada tubuhnya yang bugil total saat itu. Mungkin itu juga dalam rencananya ke pada aku berdua Bambang. Supaya cepat selesai dan kami cepat keluar dari rumahnya. Namun dugaannya meleset jauh. Nafsu yg sudah memuncak Eko memberinya keberanian utk membaringkan Tante Ayu sekali lagi.
Tante yang keliatan masih bertanya2 mula2 menurut. Namun ketika Eko menggunakan tangannya mengangkangkan kedua pahanya. Ia berontak dengan keras!
“Eko!! Mau ngapain kamu????” jeritnya tertahan. Karena saat itu, tangan Eko yang satu menekan tangan kiri tante ke tempat tidur dan menggiring penisnya mengarah kepada kemaluan tante yang sudah keliatan basah. Aku dan Bambang bengong tanpa mampu berbuat apa2. Sebagian dari pikiran kami panik takut sekali ini akan jadi peristiwa pemerkosaan dan kami akan terlibat di dalamnya. Sebagian lain dari otak kami, menginginkan Eko membuka peluang itu untuk kami juga. Tak ada seorang pun di antara kami yang sanggup menahan godaan seksuil memandang tubuh yang selama ini hanya ada dalam khaylan kami itu dalam keadaan polos tanpa sehelai benangpun. Tanpa saling bicara kami sadar dalam hati bahwa kesepakatan kali ini hanya satu: menikmati tubuh itu bergantian!
Namun sekuat2nya tante ayu melawan, tenaga eko lebih kuat. Dengan memaksa ujung penis eko mulai menguak celah surgawi milik istri om harso itu. Kami hampir tidak berani meliat. Ketegangan, ketakutan, bercampur dengan harap2 cemas bahwa tante akan menyerah saja dan setelah itu kami mendapatkan giliran kami masing-masing. Yang kami lihat saat itu ialah tante yang pucat pasi dan panik luar biasa. Namun karena tenaganya sudah mulai habis, perlawanannya pun melemah. Usaha terakhirnya ialah mendorong dada eko sekuatnya. Namun ekok sudah kerasukan. Kepala helm terus merangsek masuk senti demi senti.
“oh my god oh my god, eko, eko, sadar sayang, eko, elin elingggg… nggggghhhh. Eko itu masuk, masuk sayang. Please udah udah, tante mohon sayang, eko ya ampun, ekoo ampunnnn dehhhh…. ohhhh.. om bentar lagi pulang eko… udah yaaaa… auuuuuuwwww ekkkkoooo…. “ kami meliat ujung penis eko sudah mulai menghilang. Astagaaaaa. Seakan kami tidak mempercayai apa yang kami liat malam itu. Eko berhasil melakukan sesuatu yang selama ini hanya mimpi! Eko benar2 pahlawan kami saat itu.

Seiring dengan melesaknya si jagoan kecil eko, mata tante mendelik2 sehingga cuma keliatan putihnya saja. Hidungnya kembang kempis, nafasnya tambah memburu. putingnya yang selama ini memang sudah memunjung posisinya tambah memunjung ke atas. Siapapun yang melihat dia dalam posisi ini pasti akan terangsang dan mungkin akan join dengan eko untuk mengerjainya. Keberanian tante bermain dengan resiko selama ini menjadi bumerang. Akhirnya ia harus termakan kenakalannya sendiri yang dimulai dari niat flirting saja. Seorg anak tanggung berhasil mempenetrasinya!!! Ini adalah ganjaran yg mgkn akan disesali tante Ayu seumur hidupnya. Sisa-sisa tenaga tante ayu mungkin tidak cukup lagi untuk menghentikan Eko. Eko mulai mencumbu wanita yang jauh lebih tua dari mereka itu. Ia menciumi leher tante ayu, dan menjilati dadanya. Tangan tante ayu direntangkan dan dia terus menekan masuk sepnuhnya masuk dalam liang pertahanan terakhir tante ayu. Tante ayu pun menjerit ckup kencang kali ini. Ia melenguh sangat panjang namun tidak bisa memungkiri kenikmatan yang diperolehnya dari kenekadan pemuda yang tidak sampai setengah umurnya dari dia tersebut.
“ekkkooooo, gila kamu sayang… owwww… itu masuk semua.. Ya ampun Eko, what the hell are you doing… ekkoooo jangan sayanggggg….” . dan blesssss… kami mnahan nafas.
Eko sejenak terdiam. Ini berhenti dalam posisi penisnya terbenam seluruhnya sampai ke pangkal rahim tante. Terasa ujungnya menyentuh dinding2 hangat yang sangat nyaman rasanya. Ia menghentikan aksi dorongnya krn sudah tidak bisa mendorong lagi. Semua terdiam . kami menunggu reaksi tante selanjutnya. Eko mulai tampak bimbang dan takut. Mungkin ia menyadari kenekadannya saat itu dan resiko besar yg akan diterimanya bila tante marah dan memutuskan melaporkan kami ke om Harso atau lebih parah, polisi!! Posisi mereka tetap sama, eko menindih tante dari atas dan penisnya tertancap dalam2.

Setelah bbrp menit, tante mulai buka suara. Ia mulai keliatan tenang dan berusaha menguasai diri.
“eko, km sadar gk kamu lagi apa sayang?” suaranya lirih dan lembut. Dibelainya rambut remaja tanggung pertama yg berhasil melakukan hal ekstrem thd dirinya itu.